Akibat pembatasan sosial, aktivitas klinik yang melayani penapisan kanker serviks menjadi terbatas sehingga meningkatkan risiko kematian perempuan.
Nyawa perempuan terancam akibat aturan hukum serta ajaran moral yang melarang keras perempuan melakukan aborsi.
Hanya 4,4 persen laki-laki yang memakai kontrasepsi, sementara perempuan 61,9 persen.
Mengetahui apa yang terjadi dengan diri sendiri dan cek kesehatan reproduksi secara berkala adalah salah satu bentuk self love lho! Jadi, nggak ada salahnya untuk dilakukan. Sayangnya, tidak semua perempuan bisa mendapat akses yang cukup untuk edukasi tentang kesehatan reproduksi. Padahal, kesehatan dan pendidikan reproduksi adalah hak semua perempuan terlepas pilihannya mau mengikuti standar masyarakat dengan menikah atau tidak, dan tentang keinginannya untuk hamil atau tidak.
Pemerintah perlu melakukan terobosan-terobosan untuk memastikan adanya layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang mudah diakses dan berkualitas.
ASI punya segudang keuntungan, tapi hal itu butuh diusahakan bukan diharuskan atau dipercaya sebagai kebenaran mutlak.
Pendidikan seks sangat mungkin dimasukkan dalam kurikulum sekolah, karena sangat mendesak, dengan nama yang berbeda.
Program 1001 Cara Bicara diluncurkan untuk membantu orang tua berkomunikasi dengan anak remaja soal kesehatan reproduksi.
Banyak perempuan yang belum paham jenis-jenis kontrasepsi, efek samping, kekurangan, dan kelebihannya.
Kurangnya pengetahuan akan pentingnya kesehatan seksual & reproduksi hingga rasa risih dan malu untuk membicarakannya.