Sejak saling melemparkan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada 2016 silam, belakangan mantan pasangan Johnny Depp dan Amber Heard kembali ke meja pengadilan. Semua berawal dari laporan Heard bahwa Depp diduga melempar ponsel ke kepalanya saat bertengkar.
Insiden ini lantas diikuti rentetan drama rumah tangga yang jadi konsumsi publik. Layaknya puncak gunung es, laporan yang dilayangkan perempuan itu pun hanya secuil permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga mereka.
Heard mengungkapkan, mantan suaminya berulang kali melakukan kekerasan fisik dan verbal, menghina dan mengancam, hingga sering di bawah pengaruh alkohol dan menyebutnya “Johnny the Monster”—menggambarkan kepribadian Depp yang memukul, mencekik, dan menjambak rambutnya.
Situasi itu membuat hari-hari Heard dipenuhi ketakutan, dan tindakan laki-laki itu, dalam hematnya, mungkin akan membunuh ia. Bahkan pada 2018 lalu, ia menulis kolom opini di The Washington Post tentang peristiwa yang dialami. Dalam tulisan tersebut, ia menuturkan bagaimana laki-laki memiliki kuasa lebih besar di masyarakat, dan sejumlah institusi lebih melindungi mereka sebagai pelaku kekerasan.
Kemudian, pemeran Chenault dalam The Rum Diary (2011) ini juga menuturkan, kemungkinan ia tidak dapat melanjutkan karier di industri hiburan. Pasalnya, sejumlah pihak memutuskan mengakhiri kerja sama. Selain itu, ia merasa menjadi figur publik yang merepresentasikan KDRT.
Namun, Depp justru menyingkap hal berbeda. Melansir The New York Times, ia menegaskan tidak pernah memukul sang mantan istri, maupun perempuan lainnya. Justru Heard yang menyerang dengan menampar, memanggil dengan sebutan merendahkan, serta melemparkan gelas wine ke wajah dan remot televisi ke kepalanya.
Dari perseteruan Depp dan Heard yang telah berlangsung selama enam tahun terakhir, Magdalene mencatat beberapa hal penting.
Baca Juga: Laki-laki Anti-Kekerasan terhadap Perempuan
Siapa pun Bisa Jadi Korban Kekerasan
Selama ini, kebanyakan masyarakat melihat hanya perempuan yang berpotensi menjadi korban kekerasan, dan laki-laki yang punya kekuatan untuk melakukannya. Namun, dalam kasus Depp yang terjadi justru sebaliknya.
Misalnya pada 2015, jari Depp terluka parah akibat Heard melempar dua botol vodka padanya, ketika mereka berargumen hebat. Saat menerima perawatan dari dokter Unit Gawat Darurat (UGD), Depp memilih melindungi orang yang menyakitinya, dengan mengaku memukulkan tangannya ke pintu akordeon.
Heard pun melindungi diri dan mendukung pernyataan tersebut. Ia mengatakan, Depp melukai dirinya sendiri, ketika minum alkohol selama beberapa hari berturut-turut.
Artinya, baik laki-laki maupun perempuan, sama-sama berpotensi menjadi korban, atau bertindak sebagai pelaku. Bahkan Dr. Laurel Anderson, konselor pernikahan mereka mengklaim, keduanya saling melakukan kekerasan terhadap satu sama lain.
Mengutip The Cut, Anderson pernah mendapati beberapa memar pada tubuh Heard. Ia juga cenderung memulai pertengkaran untuk mempertahankan Depp, dan berujung pada kekerasan fisik.
“Ketika Depp meninggalkannya untuk meredakan pertikaian, Heard akan memukulnya agar Depp tidak pergi,” jelasnya. “Ia lebih memilih terlibat dalam perkelahian, daripada ditinggal.”
Namun, ketika membaca artikel yang ditulisnya di The Washington Post, perempuan 36 tahun itu seolah memanfaatkan kondisi masyarakat yang patriarkal, untuk memutarbalikkan realitas.
Ia menyebutkan, dalam kehidupan sehari-hari, perempuan menghadapi laki-laki yang memiliki kekuatan fisik, sosial, dan ekonomi. Ditambah sejumlah institusi yang mendukung situasi tersebut.
Bahkan dalam sebuah rekaman suara yang diputar di pengadilan beberapa waktu lalu, ketika kedua aktor itu mendiskusikan gugatan lewat sambungan telepon, Heard meminta Depp menyatakan kepada publik.
“Saya, Johnny Depp, yang juga korban KDRT, menyatakan perjuangan ini bersifat adil,” pintanya, untuk melihat apakah publik percaya dan berpihak pada Depp.
Meskipun kenyataannya budaya patriarki membuat laki-laki lebih berkuasa di masyarakat, sebenarnya mereka kesulitan melaporkan KDRT yang dialami.
Dalam Intimate Partner Abuse Against Men (2014), akademisi asal Kanada, Eugene Lupri dan Elaine Grandin menyatakan, stigma masyarakat tentang kurangnya maskulinitas dan ujaran merendahkan lainnya, menghambat laki-laki dalam mengungkapkan kekerasan yang dialami.
Bahkan laporan yang dilayangkan Depp pada 2018 adalah pencemaran nama baik, atas artikel yang ditulis Heard tersebut, karena ia menyebut dirinya sebagai figur publik, yang mewakili korban KDRT.
Baca Juga: Reynhard Sinaga dan Pemerkosaan terhadap Laki-laki
Pentingnya Memilih Pasangan yang Sesuai
Sebelum menikahi Heard, Depp menjalin hubungan romantis dengan penyanyi Vanessa Paradis selama 14 tahun. Mereka memiliki dua orang anak, Lily-Rose Depp dan Jack Depp.
Baik Depp maupun Paradis merasa tidak memerlukan status resmi sebagai pasangan suami istri. “Pernikahan itu berawal dari hati ke hati, dan jiwa ke jiwa, enggak perlu ada seseorang yang mengesahkan,” ujarnya dalam wawancara bersama Rolling Stones pada 2013.
Namun, beberapa tahun berselang, saat Depp bertemu dan melakoni adegan ciuman dengan Heard dalam The Rum Diary (2011), ia mengaku merasakan hal berbeda.
Di ruang sidang pada 19 April lalu, ia mengingat bagaimana peristiwa itu terasa sangat nyata, sebelum akhirnya mereka kembali bertemu di tur promosi film, mulai berkencan pada 2012—usai hubungan Depp dan Paradis berakhir, bertunangan pada 2014, dan menikah pada 2015.
Berdasarkan keterangan Depp, publik dapat menilai yang melandasi pernikahannya dengan Heard, mungkin tidak lebih dari perasaan saling suka. Pasalnya, relasi mereka dimulai ketika mereka baru saja mengakhiri hubungan dengan pasangan masing-masing, yakni akhir 2011 atau awal 2012, seperti disebutkan perempuan kelahiran Texas itu di pengadilan.
Sementara psikoterapis dan terapis pasangan Ian Kerner menjelaskan kepada The Knot, sebaiknya pertunangan dilakukan setelah satu sampai dua tahun pacaran. Ini juga dirasa cukup untuk mengenal satu sama lain dengan baik–aspek penting dalam hubungan.
Adapun aspek yang harus dikenali dari pasangan harus detail, mulai dari rekam jejak hubungannya di masa lalu hingga problem kesehatan mental. Andai Depp dan Heard serius memerhatikan ini, mereka tentu akan paham, Heard punya masalah kesehatan mental serius.
Berdasarkan pernyataan Dr. Shannon Curry, psikolog klinis yang mengevaluasi Heard selama enam jam pertemuan pada 2016, ia memiliki gangguan kepribadian histrionik—gangguan kejiwaan dengan gejala perilaku mencari perhatian, mengekspresikan emosi secara berlebihan, dan gaya bicara berlebihan yang tidak jelas.
“Pasien dengan kepribadian tersebut umumnya menyerang fisik dan melukai diri sendiri. Kemudian melemparkan ancaman menggunakan sistem hukum,” ujar Curry dilansir The Cut.
Mengenal pasangan juga menjadi landasan untuk mencari kecocokan bersama. Misalnya, cocok karena punya kesamaan ketertarikan, cara memandang hubungan romantis, masa lalu, pandangan politis dan filosofis, serta latar belakang budaya.
Pada dasarnya, kecocokan itu menjadi salah satu aspek yang menentukan koneksi dalam hubungan. Matchmaker dan CEO dari Exclusive Matchmaking, Susan Trombetti mengatakan kepada Elite Daily, meskipun saling mencintai, pasangan yang menjalani kehidupan berbeda akan menghadapi sejumlah masalah ketidakcocokan.
Baca Juga: Kasus KDRT Terhadap Istri Tetap Tertinggi Setiap Tahun
Trauma Interpersonal Perlu Diselesaikan
Baik Depp dan Heard, keduanya pernah mengalami trauma interpersonal—disebabkan oleh kekerasan fisik dan emosional, pengabaian fisik dan emosional, dan kekerasan seksual di masa kecil maupun dewasa.
Dalam tulisannya di The Washington Post, Heard menceritakan saat kuliah, ia pernah dilecehkan secara seksual. Namun, ia tidak melihat dirinya sebagai korban atau melaporkan peristiwa tersebut.
Sementara, Depp tumbuh menyaksikan pernikahan orang tuanya yang abusif, dan menjadi korban kekerasan sang ibu—baik secara verbal, psikologis, dan fisik.
Di pengadilan, ia menceritakan usahanya menerima rasa sakit akibat diperlakukan demikian. Ia juga menyaksikan ayahnya menjadi korban KDRT. Namun ayahnya, John Christopher Depp, hanya diam menyaksikan hal-hal mengerikan itu dilakukan, tanpa mengambil tindakan.
“Saya bertahan di pernikahan ini karena ayah melakukan hal yang sama. Saya ingin pernikahan ini berhasil. Awalnya, saya berpikir bisa membantunya karena Amber Heard yang saya kenal satu setengah tahun pertama tidak seperti ini. Sekarang malah menjadi lawan,” tuturnya di pengadilan.
Peristiwa itu menunjukkan bagaimana trauma berperan dalam relasi mereka. Bahkan Curry membuktikan Heard memiliki gangguan kepribadian, yang ditunjukkan lewat sikap clingy dan mengekspresikan kemarahannya yang meledak.
Menurut sang psikolog, kedua hal tersebut menjadi alasan Heard menyerang agar tidak ditinggal karena ia takut ditelantarkan. Dari perilaku ini, terlihat bagaimana trauma interpersonal berdampak pada relasi romantis, hingga membentuk keyakinan dan menciptakan pola perilaku.
Bahkan, Psychology Today menjelaskan adanya respons fight, flight, dan freeze. Ketiga hal tersebut dihasilkan dalam bentuk kemarahan yang tak terkendali hingga menyerang secara fisik dan verbal, cenderung menghindari permasalahan dan bersikap impulsif, atau merasa tidak berdaya dan memutuskan hubungan dengan pasangan.
Hal serupa juga dijelaskan dalam Interpersonal Trauma and its Consequences in Adulthood (2010). Bahwa personality disorder lainnya, seperti borderline personality disorder, disosiasi dan kepribadian psikopat, dan gangguan stres pascatrauma yang kompleks, merupakan dampak dari trauma yang muncul.
Namun, bukan berarti kamu yang menjalin relasi romantis dan masih terjebak dalam trauma interpersonal, akan berakhir seperti aktor Hollywood tersebut.
Trauma itu dapat didobrak, mulai dengan menyadarinya, mengubah pola pikir dan perilaku, lebih menghargai dan mencintai diri sendiri, serta lebih bijak dalam menjalin hubungan romantis.
Dengan demikian, setidaknya ada harapan relasimu dan pasangan enggak berakhir seperti Depp dan Heard jilid dua.
Comments