“Laras” merasa divalidasi ketika seseorang menunjukkan afirmasi lewat kata-kata. Ketika penampilannya dipuji, misalnya, atau keberadaannya diinginkan orang lain.
“Aku maunya sama kamu aja, Yang,” ujar Laras meniru ucapan mantan pacarnya. Kalimat itu sukses membuat Laras salah tingkah.
Afirmasi lewat kata-kata adalah cara Laras menerima, dan mengekspresikan rasa sayangnya. Dalam The Five Love Languages: How to Express Heartfelt Commitment to Your Mate (1992), Gary Chapman menyebutnya sebagai words of affirmation.
Selain mengomunikasikan rasa sayang, bahasa cinta itu juga digunakan untuk menyampaikan apresiasi dan sikap menghargai. Kata-kata yang disampaikan pun tidak harus langsung diutarakan, tetapi lewat berbagai medium. Contohnya telepon, catatan, atau surat seperti yang disukai Laras.
“Kalau ditulisin surat, berarti effort-nya lebih banyak,” ungkap Laras. “Waktu buat nulis, mikir mau nulis apa, dan bisa disimpan juga.”
Bagi orang yang bahasa cintanya words of affirmation, kata-kata yang disampaikan berdampak besar. Pasalnya, afirmasi tersebut membuat mereka bahagia, termotivasi, merasa lebih dihargai, dan lebih puas dalam menjalin relasi romantis.
Sama seperti Laras, “Ina” juga mengalami hal serupa. Menurut perempuan yang berprofesi sebagai pekerja seni itu, afirmasi lewat kata-kata membuatnya senang dan nyaman. Salah satunya lewat tanggapan yang diberikan seseorang yang dekat dengannya secara romantis. Dengan demikian, Ina merasa dimengerti dan perasaannya diakui.
“Jadi dapat reassurance, yang aku lakukan atau rasakan itu bukan sesuatu yang buruk. Di situ aku merasa disayang,” cerita Ina.
Lewat cerita Laras dan Ina, kita melihat bagaimana afeksi lewat kata-kata begitu penting bagi sejumlah orang. Lalu, apa saja fakta menarik soal words of affirmation?
Baca Juga: Apa Bedanya Physical Touch dengan Manipulasi Seks?
Mengenal Words of Affirmation
Pada dasarnya, words of affirmation menunjukkan dukungan, empati, dan apresiasi terhadap orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Perilaku itu dapat merefleksikan bagaimana pasangan—atau orang di luar hubungan romantis, memandang dan memahami kamu.
Menurut terapis keluarga dan pernikahan Jennie Marie Battistin, kata-kata yang mengafirmasi dapat mengenali dan mengidentifikasi perilaku orang lain. Kepada Cosmopolitan ia menambahkan, hal-hal tersebut juga berlaku ketika seseorang mengakui kesuksesan maupun tantangan yang sedang dihadapi.
Misalnya mengungkapkan kebanggaan kepada seseorang, merasa beruntung bisa mengenalnya, atau mengingatkan bahwa mereka berharga. Tindakan yang tampaknya sederhana itu, justru sangat bermakna bagi mereka yang memiliki bahasa cinta words of affirmation.
Afirmasi dinilai efektif untuk meningkatkan keintiman, kualitas komunikasi, sekaligus self-esteem. Ini membuat sebagian orang menganggap kata-kata lebih penting dibandingkan perilaku lainnya, seperti sentuhan fisik atau menunjukkan perhatian lewat pemberian hadiah.
Sebenarnya, words of affirmation juga tidak bersifat satu arah. Artinya, bukan hanya diterima orang-orang yang memiliki bahasa cinta ini. Sebab, mereka juga menunjukkan rasa sayangnya terhadap orang lain dengan cara yang sama.
Contohnya Laras yang kerap mengekspresikan perasaannya lewat media sosial. Ia senang memberikan afeksi terhadap orang-orang di sekitarnya—karena bahasa cinta tidak hanya berlaku dalam konteks relasi romantis, melalui unggahan appreciation post.
Biasanya, Laras menyampaikan kekagumannya, mengapa sosok tersebut berharga di matanya, diikuti sejumlah hal positif dan desain Instagram story yang menarik.
Sementara jika penampilannya dipuji seseorang, Laras akan melakukan hal yang sama terhadap mereka. “Makasih ya, lo juga kok,” ucap Laras menuturkan respons andalannya.
Menyadari hal-hal kecil seperti pujian, dan senang ketika mantan pacarnya menulis notes panjang untuknya, membuat Laras mencoba love language test di internet. Hasilnya menunjukkan, words of affirmations menduduki peringkat teratas dibandingkan bahasa cinta lainnya.
Baca Juga: 5 Pelajaran Penting dari Pengalaman Patah Hati
Ternyata, hasil itu cukup berpengaruh ketika Laras menjalin relasi romantis. Bagi Laras, ia akan sulit berkompromi kalau memiliki pasangan yang cuek dan enggak banyak bicara.
“Soalnya menurut gue penting juga untuk ngungkapin perasaan lewat kata-kata, karena itu yang bikin gue notice,” akunya.
Pasalnya, setiap orang memiliki bahasa cinta yang berbeda: Quality time, sentuhan fisik, menerima hadiah, dan tindakan melayani. Perbedaan itu acap menjadi kendala komunikasi bagi sebagian pasangan, lantaran tidak tahu kata-kata yang tepat untuk membuat pasangannya merasa dicintai, enggak jago mengekspresikan perasaan, dan memerhatikan hal-hal sederhana yang bermakna.
Sayangnya, ucapan adalah sesuatu yang berarti bagi orang-orang yang punya bahasa cinta words of affirmation. Membuat mereka cenderung merasa disakiti, meskipun kata-kata yang dituturkan belum tentu disengaja.
Dalam artikel yang sama di Cosmopolitan, pakar hubungan Dainis Graveris mengatakan, sikap defensif perlu dihindari. Ini lantaran pasangan belum tentu menyadari bobot kata-kata yang diucapkan. Pun perbedaan love language bukan berarti akan terus menimbulkan konflik dalam relasi. Sebab, pasangan bisa terus mempelajari cara mereka memberi dan menerima.
Prinsip tersebut yang diyakini Ina. “Yang penting saling paham love language satu sama lain. Aku enggak lantas memaksa (pasangan) untuk ngerti kalau words of affirmation itu bahasa cintaku. Prioritasnya saling belajar untuk mengenal bahasa cinta satu sama lain,” terangnya.
Perkara bahasa cinta yang berbeda, pada dasarnya perlu dikomunikasikan bagaimana satu sama lain bisa merasa terkoneksi. Terlepas dari mengekspresikan perasaan lewat kata-kata, ada hal lain yang menjadi keterbatasan words of affirmation. Yaitu pemahaman orang-orang dengan love language ini, lebih memercayai kata-kata—memberikan celah untuk menerima rayuan kosong.
Lantas, apakah artinya mereka lebih mengutamakan ucapan tanpa tindakan nyata?
Baca Juga: 5 Tipe Cowok di Aplikasi Kencan yang 'Unmatchable'
Batasan dalam Words of Affirmation
Mudah terbawa perasaan (baper), diakui Laras menjadi kesulitannya ketika menerima afirmasi kata-kata. Laras menyebutkan, kata-kata itu bisa membuatnya tenang dan luluh, bahkan jadi mudah percaya.
“Misalnya, nih dia bilang, ‘Enggak mau meeting, maunya sama kamu aja.’ Mungkin buat orang lain itu cringe, tapi buat gue itu validasi kalau dia nyaman sama gue,” jelas Laras.
Seperti diungkapkan Laras, sebagian orang akan menganggap kata-kata itu hanya ucapan manis di bibir, enggak lebih dari rayuan belaka. Akibat anggapan itu, words of affirmation kerap dinilai buruk. Padahal, yang dapat menilai ketulusan dari ucapan itu, hanya mereka yang punya bahasa cinta tersebut.
Hal itu diungkapkan pakar hubungan Maryanne Comaroto, ketika diwawancara Women’s Health. Ia menjelaskan, umumnya, orang-orang yang love language-nya words of affirmation akan mencari tahu spesifik, apa yang dibicarakan pasangannya. Bukan sekadar basa-basi, atau tidak afirmatif.
Sependapat dengan Comaroto, Laras, 23, bisa membedakan afirmasi yang diberikan dengan tulus atau sekadar rayuan lewat cara bertutur.
“Biasanya kalau cuma gombal, orang itu nggak akan dengerin lengkap ceritanya, atau ngomongnya nanggung. Misalnya, ‘Gue enggak pernah lho ketemu orang yang bikin ngerasa kayak gini,’” ujar Laras.
Menurutnya, penyampaian seperti itu terlalu abstrak. Sementara kata-kata yang tulus biasanya diikuti dengan deskripsi.
“Gue senang ngobrol sama lo, soalnya obrolannya enggak ketebak,” lanjut Laras. Ia menyebut ungkapan itu umumnya disertakan alasan. Entah karena merasa nyaman, bangga, atau senang.
Pada akhirnya, orang-orang yang luluh dengan ucapan karena bahasa cintanya words of affirmations, belum tentu mudah terjebak dalam gombalan. Sebab, mereka mampu merasakan bagaimana ucapan itu dimaknai pasangannya.
Comments