‘Drag Race UK Vs the World’: Upaya Membuat Minoritas jadi Universal?
Orang-orang queer masih sering kali jadi sasaran empuk diskriminasi struktural negara, tak terkecuali di Indonesia. Menonton para drag queens menjadi diri mereka sendiri, dan sukses setelah mengikuti Drag Race adalah kesenangan hakiki buat saya. Sejak 2009, bahkan jumlah orang Indonesia yang muncul di waralaba ini juga makin banyak, yang paling terkenal adalah juara musim ketiga versi AS Raja, keponakannya Buya Hamka (ketua Majelis Ulama Indonesia pertama).
Nah, lewat Drag Race: UK Vs the World, RuPaul juga membuka kesempatan para drag queen di seluruh negara waralabanya untuk tampil di panggung global, ditonton lebih banyak orang, dan membuka kesempatan hidup lebih baik.
Baca selengkapnya di sini.
Merebut Tafsir: Yang Tersisa dari Kontroversi Oki Setiana Dewi
Kontroversi “ceramah” Oki Setiana Dewi (OSD) meninggalkan beberapa catatan penting. Di antaranya, perempuan yang suka “lebay”, suka mengadu, dan melebih-lebihkan ketika mengalami KDRT. Ini sebuah pernyataan yang menjadi suara yang bergema tapi menyesatkan. Perempuan seperti Oki dalam hal ini dikonstruksikan secara sosial (termasuk dari ceramah agama) agar menjadi “perempuan”. Itu artinya perempuan dibentuk sesuai dengan harapan sosialnya dalam bertingkah laku. Mereka harus lemah, sabar, pasrah, mengalah, tidak boleh lebih dari lelaki, dan seterusnya.
Simak artikelnya di sini.
Permak Vagina, Keperawanan, dan Dalih Basi Senangkan Suami
Nahid harus membawa silet di malam pertama untuk membuat darah palsu supaya suami berpikir ia masih perawan. Pesohor sekaliber Nikita Mirzani hingga Dewi Perssik sampai repot-repot melakukan operasi permak vagina dan merogoh kocek ratusan juta agar vagina kembali rapat. Ada pula yang pasrah ketika dokter kandungan menjahit vagina perempuan pasca-persalinan, supaya lubang genital menyempit.
Semuanya problematis, terlebih ketika tujuannya cuma semata-mata untuk memuaskan suami.
Simak artikelnya di sini.
Negara ‘Ngadi-ngadi’, Polisi Mengompori, Perempuan Wadas Teguh Melawan
Tagar #WadasMelawan kembali viral, (8/2), saat polisi dikabarkan mengepung Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Dalam kronologi yang diterima redaksi Magdalene dari Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Julian Dwi Prasetya, aparat telah bersiaga dan melakukan apel di Polsek Bener sehari sebelumnya.
Mayoritas penghasilan ibu-ibu di Wadas adalah membuat gula aren, karet, besek yang terbuat dari anyaman bambu yang bahan-bahannya disediakan hutan.
“Nah, kalau ditambang pasti akan kehilangan semuanya, padahal penghasilan dari besek lumayan, sebulan bisa sampai sejuta,” kata Sriyana, salah seorang Wadon Wadas, perkumpulan perempuan Wadas, pada NU Online.
Selengkapnya di sini.
Not Everyone is Male or Female – the Controversy over Sex Designation
Check out your birth certificate and surely you’ll see a designation for sex. When you were born, a doctor or clinician assigned you the “male” or “female” label based on a look at your genitalia. In the U.S., this has been standard practice for more than a century.
But sex designation is not as simple as a glance and then a check of one box or another. Instead, the overwhelming evidence shows that sex is not binary. To put it another way, the terms “male” and “female” don’t fully capture the complex biological, anatomical and chromosomal variations that occur in the human body.
That’s why calls are growing to remove sex designation from birth certificates, including a recent recommendation from the American Medical Association.
Read the article here.
Comments