Hari ini 30 September, waktunya ketika para aktivis berbicara mengenai peristiwa 1965. Kamu sebetulnya tertarik dengan topik tersebut tapi tidak tahu banyak mengenai hal itu. Namun karena takut disebut “kelas menengah ngehe,” kamu tahan rasa penasaran dan memilih diam saja di tengah perbincangan mengenai peristiwa itu.
Mungkin kamu tidak sendiri. Sampai hari ini peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kudeta gagal yang dikenal dengan G30S/PKI, yang memicu kebangkitan presiden Soeharto dan rezim Orde Baru-nya, terus dilingkupi misteri, akibat penulisan ulang sejarah, kesalahan dan mitos-mitos. Tapi jika kamu perlu fakta-fakta mendasar mengenai salah satu dari periode-periode paling kelam dalam sejarah Indonesia, berikut adalah beberapa hal yang dapat membuka jalan pengetahuan. Paling tidak, kamu tidak akan lagi terlihat nge-blank di meja makan.
1. Apa sebetulnya yang terjadi tahun 1965?
Di sekolah, kita diajarkan bahwa para jenderal angkatan darat diculik dan dibunuh secara brutal oleh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Titik. Oh, selain itu, kita juga diajarkan tentang sekelompok perempuan gila seks yang menari di sekitar para jenderal tersebut, yang penisnya telah dimutilasi. Yang tidak diberitahu buku-buku sejarah di sekolah kita adalah pembantaian setelahnya di seluruh negeri terhadap satu juta orang yang diduga merupakan simpatisan komunis.
Seperti yang kemudian diungkap oleh buku-buku hasil riset mendalam dan dokumen-dokumen yang tadinya rahasia, apa yang terjadi tahun 1965 merupakan jalinan rumit dari perebutan kekuasaan, baik di Indonesia maupun di arena global. Secara singkat: Amerika Serikat ingin mengekang komunisme, Jenderal Suharto ingin merebut kekuasaan dari Soekarno, yang saat itu berhubungan baik dengan PKI yang sangat populer. Kedua kepentingan itu klop. Didukung oleh CIA, angkatan darat Indonesia yang dipimpin Soeharto mulai memenjarakan, menyiksa dan membunuh para anggota PKI, keluarga mereka, dan siapa pun yang dianggap berpihak pada komunisme. Tragedi itu berlanjut jauh setelah 1965. Warga biasa banyak yang menghadapi penderitaan karena label PKI dan “tapol” (tahanan politik).
2. Betulkah orang-orang PKI itu ateis?
Seorang teman bertanya hal yang sama persis kepada seorang teman lain asal Vietnam: "Ya ampun! Kamu komunis? Jadi kamu ateis, dong?”
Intinya bukan itu. PKI adalah partai politik seperti partai-partai yang ada sekarang. Orang-orang dari berbagai agama dan keyakinan telah menjadi anggota aktif atau simpatisan PKI dan ide-ide komunis. Apa yang mendasari konsep komunisme? Kepemilikan umum merupakan jantung ideologi komunis. Jika diimplementasikan dengan benar, ada potongan dan bagian dari komunisme yang baik untuk masyarakat-masyarakat yang semakin fokus pada kepemilikan individual/swasta. Tapi tentu saja, tidak ada ideologi yang sempurna.
Selain itu, memangnya kenapa jika seseorang itu ateis? Tidak mengakui keberadaan Tuhan bukan berarti menyangkal bahwa kemanusiaan, kebaikan dan kasih sayang – semua hal yang dicintai Tuhan – harus berlaku.
3. Siapa sebetulnya Gerwani itu?
Jika kamu lahir tahun 1980an seperti saya, mungkin kamu pernah menghadapi bercandaan, “Lu cewek jahat, kayak Gerwani!”
Rezim Orde Baru sukses menciptakan propaganda hitam terhadap Gerwani, membentuk citra nenek-nenek sihir tidak bermoral dan gila yang membunuh para pahlawan nasional. Yang benar saja, bukannya tentara punya senjata untuk melindungi diri dari perempuan-perempuan muda tidak bersenjata?
Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) adalah gerakan perempuan yang berafiliasi dengan ide-ide sosialis dan komunis. Saat itu, di Indonesia berkembang banyak pemikiran dan akan tampak keren jika kita menjadi bagian dari kelompok-kelompok sadar politik dan membantu orang lain. Gerwani melakukan banyak aktivitas yang berorientasi kesejahteraan sosial, diantaranya membangun taman kanak-kanak, memberantas buta huruf di kalangan perempuan miskin dan memperkenalkan hari anak-anak internasional di Indonesia. Tragisnya, sejak peristiwa 1965, perempuan-perempuan Gerwani telah menghadapi penyiksaan, pemerkosaan dan penghinaan seumur hidup.
4. Apakah The Act of Killing film pertama yang membahas peristiwa 1965?
The Act of Killing telah membuat isu ini menyebar lebih luas, namun ini bukan film pertama tentang peristiwa tersebut. Film 40 Years of Silence dari Robert Lemelson dan dokumenter-dokumenter karya Putu Oka Sukanta, misalnya, telah memberikan sentuhan manusia terhadap tragedi tersebut melalui gambaran kehidupan warga biasa, dan Shadow Play dari Chris Hilton mengungkapkan kekuasaan-kekuasaan global yang terlibat dalam terjadinya tragedi 1965.
5. Dari mana saya bisa belajar lebih banyak tentang isu ini?
Baca! Berikut adalah sejumlah novel, komik dan buku non-fiksi untuk eksplorasi lebih jauh:
Penghancuran Gerakan Perempuan oleh Saskia Wieringa
Dari Kamp ke Kamp oleh Mia Bustam
Kekerasan Budaya Pasca 1965 oleh Wijaya Herlambang
Dalih Pembunuhan Massal oleh John Roosa
Langit Pertama, Langit Kedua oleh Martin Aleida
Djinah 1965 oleh Evans Poton
Pulang oleh Leila Chudori
Amba oleh Laksmi Pamuntjak
Memoar Pulau Buru oleh Hersri Setiawan
Candik ala 1965 oleh Tinuk Yampolsky
Artikel asli ditulis dalam Bahasa Inggris dan dapat dibaca di sini.
Comments