Women Lead Pendidikan Seks
April 22, 2020

5 Pesan untuk Anak Perempuan Agar Tangguh dan Mandiri

Stop menanti datangnya Prince Charming, jadilah perempuan mandiri, tangguh, dan berdaya.

by Rouli Esther Pasaribu
Lifestyle
Share:

Sebagai seorang ibu dari satu anak perempuan yang beranjak remaja, saya tentu punya harapan-harapan tertentu pada anak saya. Dari sekian banyak harapan, kualitas yang paling saya harapkan ada pada anak saya adalah agar ia tumbuh menjadi perempuan yang mandiri, tangguh dan berdaya. Karena saya sudah dipercaya Semesta untuk mendidiknya agar kelak ia dapat menjadi warga masyarakat yang memberi manfaat untuk sekitarnya dan untuk dirinya sendiri, maka inilah beberapa hal yang sering saya perbincangkan dengannya dalam keseharian.

  1. Pilihlah pasangan hidup yang tidak menekan dan mengekangmu

Saya pernah bercakap-cakap dengan salah seorang teman dan ia bilang, “Pokoknya gue terserah bebas mau ngapain aja sampai umur 30…tapi setelah itu, calon suami gue bilang, gue mesti diam di rumah ngurus anak dan fokus dengan keluarga.” Saat itu saya diam saja mendengarkannya, tetapi sesungguhnya perkataannya agak mengganjal untuk saya.

Jadi teman saya ini “diberi” kebebasan sampai usia 30, lalu selanjutnya dia tidak bebas melakukan apa yang ingin ia lakukan? Bagaimana dengan tahun-tahun kehidupannya setelah itu? Apakah ia harus menghabiskan seumur hidupnya di rumah saja? Saya tidak bilang menghabiskan sisa hidup di rumah itu adalah sesuatu yang buruk, tetapi bagaimana jika sebenarnya teman saya masih punya keinginan-keinginan lain untuk mengembangkan dirinya, tetapi tidak dapat ia lakukan karena peraturan yang dibuat oleh calon suaminya ini?

Baca juga: Menikah: Menghidupkan atau Mematikan Diri Perempuan?

Jika ia dengan ikhlas memantapkan diri untuk diam di rumah dan mengurus anak suaminya dan ia bahagia dengan hal tersebut, silakan saja. Tetapi persoalannya, bagaimana jika sebenarnya hatinya mengatakan yang sebaliknya? Bahwa ia sebenarnya masih punya impian tapi terpaksa ia pendam, ia kubur, ia hilangkan, karena peraturan ini. Betapa mirisnya!

Berkaca pada perkataan teman saya ini, saya katakan pada putri saya, “Pastikan dulu bahwa calon suami kamu adalah laki-laki yang tidak melarangmu untuk mengembangkan diri selain menjadi istri dan ibu. Jangan terlena, bahwa itu dilakukan untuk menjagamu, untuk melindungimu. Jika di dalam dirimu ada keinginan untuk berkarya di luar rumah dan punya aktivitas lain selain menjadi ibu dan istri, maka lebih baik pikirkan kembali niat membangun keluarga dengan laki-laki yang belum jadi suami saja sudah mengatur-atur dirimu. Lebih baik cari calon suami yang memang benar-benar dapat dijadikan partner yang sepadan, yang berharap agar dirimu dapat semakin berkembang.”

  1. Milikilah kegiatan lain selain menjadi ibu dan istri yang dapat membuat dirimu tetap ada

Di abad 21 ini, norma patriarki yang menyatakan bahwa kebahagiaan utama perempuan adalah menjadi istri dan ibu tetap menjadi wacana dominan di tengah masyarakat. Menurut saya, kebahagiaan itu definisinya bukan hanya satu dan universal, tetapi sangat beragam dan tergantung masing-masing individu. Glorifikasi berlebihan terhadap peran istri dan ibu juga bukan sesuatu yang sehat. Hal ini dapat membuka celah meminggirkan segala peran lain bagi perempuan selain kedua peran tersebut.

Baca juga: Pendidikan Seks di Usia Dini Bisa Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

Dari pengalaman saya menjadi istri dan ibu, kedua peran ini selalu terhubung dengan orang lain, yaitu suami dan anak kita. Akibatnya, jika setiap hari kita hanya memikirkan suami dan anak, lama-lama kita dapat lupa pada diri sendiri bahkan akhirnya kita tidak tahu lagi siapa diri kita. Kita menjadi entitas yang tak terpisahkan dari anak atau suami dan tidak mampu lagi menjadi satu pribadi mandiri. Terlalu lama meniadakan diri akan membuat kita menjadi tidak lagi mengenali diri kita. Jadi sebaiknya, sekalipun kita sudah menjadi istri atau ibu, jadikanlah dua peran itu sebagai salah satu dari sekian banyak peran yang kita punya, bukan segala-galanya.

  1. Usahakan sebisa mungkin untuk mandiri secara ekonomi

Alasan praktis mandiri secara ekonomi adalah di zaman serba mahal seperti sekarang ini, dua sumber penghasilan tentu lebih baik daripada hanya satu sumber penghasilan. Selain itu, jika tiba-tiba terjadi sesuatu hal dengan pasangan kita, jika kita mandiri secara ekonomi, kita masih punya pegangan. Tetapi, selain alasan praktis di atas, mandiri secara ekonomi itu menjadikan kita berdaya dan punya kuasa untuk lebih bersuara. Perempuan sulit untuk “dikuasai” laki-laki jika ia mandiri. Ini fakta. Dan seharusnya memang tidak ada yang saling menguasai, seharusnya kita setara, terlepas dari apa pun jenis kelamin kita.

  1. Tubuhmu adalah otoritasmu. Jangan biarkan siapa pun menyentuhnya tanpa seizinmu.

Kita adalah pemilik tubuh kita sendiri.  Saya katakan pada putri saya, jangan biarkan seorang pun sembarangan menyentuh kamu, apalagi di bagian-bagian privat. Jika kamu tidak nyaman dengan tindakan laki-laki yang menyentuh tubuhmu, kamu punya hak untuk menyatakan tidak, kamu punya hak untuk marah dan tidak pasrah begitu saja.

Baca juga: Orang Tua Perlu Tahu 5 Hal Ini Soal ‘Sexting’

  1. Jangan berdiam diri menantikan pangeran impian. Miliki harapan tinggi dan bekerja keraslah untuk meraihnya.

Pangeran impian yang akan menyelamatkan kita dari kemiskinan, kesulitan hidup, penderitaan adalah mitos yang direproduksi berulang kali. Selain itu, jika kita menghabiskan waktu hanya untuk menantikan pangeran impian, maka sungguh diri ini rugi besar.

Ada banyak hal menanti untuk dieksplorasi. Dunia luar menawarkan banyak pengalaman yang dapat membuat diri kita berkembang. Saya sangat mendukung jika kelak anak saya ingin mencoba kuliah di luar negeri. Ia akan terpapar dengan budaya lain selain budayanya sendiri, ia akan mengalami banyak hal baru yang akan memperkaya dirinya. Saya sangat mendukung jika anak saya mencoba menantang  dirinya untuk mengikuti perlombaan yang sesuai dengan minatnya. Bukan masalah menang atau kalah, tetapi pengalaman ikut lomba itu tentu akan menjadi harta yang berharga untuknya.

Saya mendukung jika anak saya berniat traveling ke berbagai daerah, baik di dalam maupun di luar Indonesia. Wawasannya akan semakin luas, sudut pandangnya dalam melihat sebuah masalah juga akan bertambah kaya. Singkat cerita, dengan mencoba hal-hal baru, anak saya pasti akan lebih berkembang dibanding hanya diam menanti pangeran impian. Go girl, explore the world! Hal itu yang ingin saya katakan pada anak saya, sambil saya menambahkan dalam hati, berdoa penuh harap: Tapi jangan lupakan Mama ya…

Rouli Esther Pasaribu adalah seorang istri, ibu, dan dosen. Pada waktu senggangnya, ia senang membaca, menulis, dan mendengarkan musik klasik. Dapat ditemui di akun Instagram @rouliesther atau akun Facebook Rouli Esther Pasaribu.