Women Lead Pendidikan Seks
July 23, 2018

9 Kata untuk Perempuan, 1 Kata untuk Laki-Laki

Ada sembilan kata dalam kamus untuk mendefinisikan "perempuan nakal" dan hanya ada satu kata untuk "laki-laki nakal."

by Satyawati
Issues // Gender and Sexuality
Share:

Ketika kita berbicara tentang kata, kita tidak dapat lepas dari makna kata tersebut. Dan struktur makna atau semantik terbentuk berdasarkan struktur konseptual yang kita miliki.

Struktur konseptual tersebut terbentuk dari pengalaman fisik, yakni penglihatan, gerak, dan sensasi seperti tekanan, seperti yang dikatakan oleh John Saeed, profesor linguistik dari Trinity College Dublin. Pengalaman-pengalaman ini yang membentuk struktur konseptual yang kita miliki sebagai pengguna bahasa. Tidak heran jika sebuah kata memiliki makna yang lebih negatif daripada kata yang lainnya.

Salah satu hasil dari penelitian pada 1970-an oleh ahli teori bahasa dan gender, Muriel Schultz, menunjukkan bahwa ketika ia melihat kata untuk mendeskripsikan perempuan dan laki-laki, ada tendensi yang berbeda untuk mendeskripsikan perempuan. Ahli sosiolinguis dari Selandia Baru, Miriam Meyerhoff, mengatakan bahwa kata yang digunakan untuk mendeskripsikan perempuan cenderung memliki tendensi negatif.

Hal ini pula yang menjadi perhatian saya terhadap kata untuk merepresentasikan “perempuan nakal” dan “laki-laki nakal”. Yang saya maksud dengan laki-laki dan perempuan “nakal” di sini adalah yang berkaitan dengan pekerja seks dan kata-kata lain yang berasosiasi. Saya rasa kata-kata tersebut cukup sering beredar karena sering kali menjadi bahan pemberitaan di media cetak maupun televisi.

Beberapa waktu lalu, saya melihat unggahan akun Femmehood di Instagram dengan judul: if she’s a slut, what is he? Dari unggahan tersebut, saya kemudian tersadarkan bahwa istilah atau kata yang memiliki asosiasi negatif cenderung dikatikan dengan perempuan. Awalnya, saya tidak percaya. Saya pun mulai mencari kata-kata yang berhubungan dengan pekerja seks. Kata pertama yang langsung terlintas dalam benak saya adalah pelacur. Begini definisi yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring:

n perempuan yang melacur; wanita tunasusila; sundal
Berdasarkan KBBI Daring, pelacur memiliki kata dasar lacur yang memiliki arti sebagai berikut.

  1. a malang; celaka; sial
  2. a buruk laku

Sebelumnya, proses kata lacur menjadi pelacur melewati bentuk melacur terlebih dulu. Melacur memiliki definisi sebagai berikut:

  1. v berbuat lacur
  2. v melakukan hubungan seksual demi imbalan uang atau hal lain

Bagan ilustrasinya seperti ini.

Lacur (kata dasar)
a malang; celaka; sial, a buruk laku

Melacur (imbuhan meN- + kata dasar)
v berbuat lacur, v melakukan hubungan seksual demi imbalan uang atau hal lain

Pelacur (perubahan imbuhan dari meN- menjadi pe- + kata dasar)
n perempuan yang melacur; wanita tunasusila; sundal

Pertama kali melihat fakta tersebut, saya langsung heran. Sebab definisi yang memunculkan kata perempuan hanya muncul pada kata pelacur. Jadi, seseorang yang berbuat lacur = perempuan?

Untuk bahasa Indonesia yang tidak memiliki sistem tata bahasa berdasarkan gender, menurut saya, hal tersebut cukup aneh. Sebab, kata dasar lacur tidak memiliki arti atau definisi yang menyebutkan tentang perempuan atau wanita, begitu pula kata melacur. Namun, kata pelacur secara dingin menyertakan perempuan dan wanita dalam definisinya. Bahasa Indonesia tidak seperti bahasa Spanyol, misalnya, yang memiliki dua jenis nomina, yaitu feminin dan maskulin. Jadi, alih-alih memasukkan kata ganti orang seperti dia atau mereka, definisi pada kata pelacur menggunakan kata perempuan sebagai penanda bahwa kata pelacur berasosiasi dengan perempuan.

Proses pembentukan kata tersebut (ilustrasi bagan di atas) biasanya untuk menandai pelaku suatu aktivitas. Misalnya, penari, penulis, pelukis, dan sebagainya. Ketiga kata tersebut melalui proses pembentukan kata yang sama dan definisinya dalam KBBI tidak menyertakan kata perempuan/wanita ataupun laki-laki/pria. Ketiga kata tersebut menggunakan pronomina orang dalam definisinya. Bahkan, untuk kata penari, yang menurut saya sering juga diasosiasikan dengan perempuan, tidak menggunakan perempuan atau wanita dalam definisinya.

Mengutip penjelasan sebelumnya, bahwa struktur semantik didasarkan pada struktur konseptual, dapat dikatakan bahwa masyarakat pengguna bahasa Indonesia memiliki pengalaman tertentu sehingga terbentuk struktur makna yang sedemikian rupa untuk kata pelacur.

Rasa penasaran saya tidak berhenti sampai di situ, sebab saya melihat ada sesuatu yang dapat saya telusuri lebih lanjut hanya dari definisi yang ada pada KBBI.

Kita lihat lagi definisi kata pelacur dari KBBI.

n perempuan yang melacur; wanita tunasusila; sundal
Ada referensi kata lainnya atau bisa dikatakan sinonim dari kata pelacur, yaitu wanita susila dan sundal. Mari kita cek definisi dua kata tersebut.

Tunasusila      a tidak mempunyai susila; lonte; pelacur

Sundal            a buruk kelakuan (tentang perempuan); lacur; jalang




                         n perempuan jalang; pelacur

Memang salah satu cara untuk menjelaskan makna suatu kata dalam kamus adalah dengan menyertakan sinonim kata tersebut. Dan salah satu hal yang langsung menyergap saya adalah kedua kata di atas kembali mereferensikan sinonim lainnya, kali ini adalah dan jalang.

Sampai di sini, kita sudah memiliki lima kata yang berasosiasi dengan perempuan “nakal”: pelacur, tunasusila, lonte, sundal, jalang. Mari kita lihat lebih lanjut definisi pada kata lonte dan jalang.

Lonte               n kas perempuan jalang; wanita tunasusila; pelacur; sundal; jobang; cabo; munci

Jalang              2. a nakal (tentang perbuatan yang melanggar susila): perempuan --pelacur

Dari definisi kata lonte, terdapat tiga kata (lagi), yaitu jobang, cabo, dan munci. Hingga sekarang terdapat delapan (8) kata yang merepresentasikan perempuan dengan asosiasi perempuan “nakal”.

Sayangnya, dalam KBBI Daring tidak ditemukan definisi kata jobang sehingga saya hanya menelusuri kata cabo dan munci. Karena kata jobang tidak ditemukan dalam KBBI Daring, maka saat ini kita memiliki tujuh kata yang merepresentasikan perempuan “nakal”.

cabo               n Jk wanita tunasusila; perempuan lacur; pelacur; sundal

munci             
1. n gundik
2. n sundal; pelacur; lonte

Hingga saat ini, kita sudah mendapatkan sembilan kata yang merepresentasikan perempuan “nakal”, yaitu pelacur, tunasusila, lonte, sundal, jalang, cabo, munci. Dan, belum berakhir sampai di sini. Masih terdapat satu kata baru lagi, yaitu gundik.

gundik           
1. n istri tidak resmi; selir
2. n perempuan piaraan (bini gelap)

Pada awal proses penulisan artikel ini, saya tidak menyangka akan mendapatkan fakta seperti ini. Hanya dengan menelusuri KBBI Daring, saya bisa mendapatkan sembilan  kata yang berasosiasi dengan perempuan “nakal”.

Walaupun saya sudah cukup lelah, tetapi ada satu hal yang membuat saya penasaran. Kata apa yang berasosiasi dengan laki-laki “nakal”? Kata gigolo menjadi kata yang langsung terlintas dalam benak saya.

  1. n laki-laki bayaran yang dipelihara seorang wanita sebagai kekasih
  2. n laki-laki sewaan yang pekerjaannya menjadi pasangan berdansa

Kedua definisi tersebut merupakan definisi gigolo dalam KBBI Daring. Dan Anda lihat, tidak ada referensi kata lain dalam definisi tersebut. Berarti,pencarian kata yang berasosiasi dengan laki-laki “nakal” berhenti sampai di sini.

Dari penelusuran ini, tidak heran jika perempuan sering kali dijadikan objek untuk hal-hal yang seksual. Tidak heran kalau perempuan kesulitan untuk tidak dilecehkan secara seksual.

Tulisan ini hanya ingin memperlihatkan situasi kebahasaan bahasa Indonesia. Tanpa ingin menyatakan bahwa penggunaan kata A salah, penggunaan kata B salah atau kita harus begini, kita harus begitu. Saya hanya ingin memperlihatkan, ini lho yang ada dalam pengetahuan bahasa kita, bahasa Indonesia. Bahwa kata-kata ini masih hidup dan dikenal oleh pengguna bahasa Indonesia.

Apabila kata-kata tersebut masih hidup, maka konsep yang ada dalam kata tersebut akan terus ada dalam masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Maka pengetahuan tentang perempuan yang seperti ini akan terus langgeng.

Ilustrasi oleh Sarah Arifin.

Satyawati tinggal di Denpasar, Bali, sebagai mahasiswi Universitas Udayana. Ia lebih suka menulis daripada berbicara. Kunjungi blognya See and Write untuk membaca lebih banyak.