Sudah dua bulan sejak saya putus cinta dengan mantan saya, dan saya ingin sedikit menyombongkan diri soal itu.
Saya menghadapi putus cinta dengan cukup baik.
Mengingat hubungan saya dengan mantan pernah berpotensi menjadi sebuah hubungan jangka panjang, awalnya saya khawatir bahwa perpisahan ini akan membuat saya putus asa. Cerita cinta kami pada dasarnya baik-baik saja, sampai suatu hari, kami semakin jauh sampai pada titik di mana komunikasi menjadi suatu hal yang mewah. Orang berkata, "Bukan jarak yang memisahkan orang, tapi kurangnya komunikasi." Begitulah hubungan saya berakhir.
Ada malam-malam ketika saya menangis, dan ketakutan bahwa saya akan menua hanya ditemani oleh dua kucing saya masih hinggap di kepala sesekali. Tapi secara umum saya baik-baik saja saat itu, dan saya bertekad untuk melanjutkan hidup.
Dalam retrospeksi, saya tidak akan merasa setegar ini jika bukan karena hal-hal berikut.
-
Orang-orang memberi saya ruang
Lingkaran pertemanan saya mengetahui akhir tidak membahagiakan dari perjalanan cinta saya melalui pesan teks sederhana yang saya kirimkan, "Semuanya sudah berakhir, aku enggak bisa banyak bicara tentang hal ini, tapi aku bakal ngasih tahu kamu waktu aku siap." Yang mereka jawab "Turut prihatin, tapi tetap kuat ya, kita di sini jika kamu butuh". Itu saja.
Baca juga: Patah Hati Akibat ‘Ghosting’ Sungguh Melelahkan
-
Membiarkan diri berada di sekeliling orang-orang positif
Tidak ada orang yang mengatakan hal-hal buruk tentang mantan pacar saya hanya untuk membuat saya merasa lebih baik telah berinisiatif untuk putus. Teman dan keluarga saya tidak menceramahi saya tentang bagaimana cara mempertahankan hubungan hanya karena saya hampir berusia 40 tahun dan, oh, siapa tahu kamu sudah kehabisan kesempatan untuk bertemu SATU-SATUNYA ORANG YANG DITAKDIRKAN UNTUKMU. Tidak ada percakapan toksik yang memicu kemarahan dan penyesalan. Hanya cinta dan cahaya yang mengingatkan saya tentang dunia yang lucu dan penuh warna yang kita tinggali.
-
Mengakui saya sedih, tapi enggak ‘drama’ di depan orang lain
Saya cukup pandai menyembunyikan kesedihan. Tetapi sekarang, saya telah memutuskan untuk lebih terbuka tentang perasaan sedih saya. Saya TIDAK akan membiarkan diri saya berpikir bahwa menunjukkan kesedihan kepada orang lain berarti lemah.
Miliki kebesaran hati untuk mengakui bahwa putus cinta itu menyebalkan, SANGAT menyebalkan, dan kemudian lanjutkan hidupmu. Perpisahan enggak berarti bumi akan berhenti bergerak hanya karena kamu jadi single lagi.
-
Pisahkan tempat/momen tertentu dengan kenangan bareng mantan
Banyak kenangan dibangun selama tiga tahun. Sulit untuk tidak memikirkan banyak perjalanan yang telah dilakukan dengan atau untuk sang mantan ketika kamu berada di bandara atau stasiun kereta. Beberapa kebiasaan yang dahulu kamu lakukan harus dilewati karena terlalu menyakitkan untuk dilakukan tanpa mantan. Akhirnya, hubungan bukanlah satu-satunya hal yang hilang darimu setelah putus.
Jadi, sekarang saya telah belajar untuk mengingat hal-hal bahagia lainnya yang terjadi saat masih bareng mantan, dan memilih untuk mencocokkan "hal-hal bahagia lainnya" itu dengan momen atau tempat tertentu. Sungguh latihan yang sulit, tetapi akan semakin mudah seiring berjalannya waktu.
Baca juga: Patah Hati di Tengah Pandemi Itu Berat, Ini Pelajaran yang Saya Dapat
-
Menjaga kesadaran tentang saat-saat indah bersama mantan
Bagaimanapun, saya telah mencicipi rasa senang dan belajar banyak hal baik dari mantan saya. Hal itu adalah hubungan yang baik sampai tidak ada lagi komunikasi di antara kami. Kalau mantan enggak hadir ke hidup saya, saya akan tetap sinis tentang cinta. SIAL, KAMU MEMATAHKAN HATI SAYA! Tapi, terima kasih untuk semua momen bersama kita yang menyenangkan.
Nah, itulah lima hal yang menjaga saya agar enggak berantakan banget sehabis putus cinta.
Bulan Februari ini, saya tidak akan menerima lagi ucapan, "Happy Valentine, B". Ah, ya sudahlah, badai pasti berlalu. Saya hanya akan meminta orang-orang yang disebutkan di hal pertama dari daftar ini untuk memberi ruang bagi saya kali ini.
Artikel ini diterjemahkan oleh Jasmine Floretta V.D. dari versi aslinya dalam bahasa Inggris.
Ilustrasi oleh Karina Tungari
Comments