Because This Is My First Life bukan drama Korea baru, karena diluncurkan pada 2017. Namun drakor ini menarik untuk ditonton karena mengangkat banyak fenomena sosial mengenai kehidupan perempuan yang dianggap tabu dan berseberangan dengan nilai dan norma masyarakat.
Drama Korea ini membahas isu-isu seperti pelecehan seksual dan seksisme di tempat kerja, domestikasi perempuan, otoritas tubuh, sampai kesenjangan sosial dan ekonomi. Masalah-masalah yang sebenarnya kompleks ini disajikan dengan sederhana dan tidak membuat penonton kebingungan, berkat balutan humor dan interaksi kocak dari para tokohnya.
Ji-ho (Jung So-min), Ho-rang (Kim Ga-eun), dan Soo-ji (Esom) adalah tiga perempuan yang bersahabat sejak SMA. Saat menginjak usia ke-20, ketiganya merantau ke Seoul dari sebuah kota kecil untuk kuliah dan bekerja, dengan harapan bisa memperbaiki nasib di sana.
Ketiganya berasal dari keluarga miskin. Jadi jika upaya mereka gagal, mereka tidak bisa kembali ke rumah orang tua, ataupun meminta bantuan dari keluarga. Ketika masalah datang pun mereka harus menyelesaikannya sendiri tanpa intervensi. Ini adalah gambaran realistis dari kehidupan anak-anak muda kelas menengah, yang dituntut untuk mencapai kestabilan ekonomi dalam usia muda, juga untuk memperbaiki nasib keluarga.
Tahun demi tahun berjalan, ketiganya memiliki peruntungan karier dan finansial yang berbeda, yang kemudian memengaruhi cara pandang mereka mengenai hubungan dan pernikahan.
Baca juga: 5 Drama Korea yang Tampilkan Ragam Karier Perempuan
Ho-rang begitu berkeinginan untuk menikah dan berkeluarga. Berasal dari keluarga miskin dan tidak memiliki karier yang gemilang membuatnya melihat pernikahan sebagai jalan keluar dari kemiskinan. Selain karena bantuan finansial dari suami, pernikahan dianggapnya akan menyelamatkannya dari tatapan sinis orang-orang yang selalu mengecilkan perempuan yang tidak atau belum menikah.
Berbeda dengan Ho-rang, menurut Soo-ji, baik laki-laki maupun pernikahan adalah omong kosong. Di matanya, laki-laki yang mendekatinya tidak pernah menginginkan apa pun selain seks. Ditambah lagi, Soo-ji besar dengan seorang ibu tunggal yang memiliki disabilitas fisik. Melihat sang ibu bekerja kasar dari satu tempat ke tempat lain membuat Soo-ji sejak kecil bertekad untuk memperbaiki nasib dirinya dan sang ibu. Tapi Soo-ji tahu, karena dirinya datang se-“paket” dengan ibunya, tidak akan ada laki-laki yang mau tinggal bersama atau menikah dengannya.
Soo-ji sering mengalami pelecehan seksual dan perlakuan-perlakuan seksis seperti gaslighting dan mansplaining dari rekan kerja laki-lakinya di kantor. Meski begitu, ia tetap bertahan bekerja di perusahaannya, karena ia butuh uang untuk hidupnya dan sang ibu, dan perusahaannya memberikan gaji yang besar.
Sementar itu, Ji-ho tidak pernah mempertimbangkan pernikahan sebagai sebuah hal yang penting, sampai ia kesulitan keuangan dan nyaris tidak bisa menyewa tempat tinggal yang layak. Ketika ia bertemu Nam Se-hee (Lee Min-ki), seorang pegawai di start-up teknologi yang mengajaknya menikah secara kontrak, Ji-ho menerima tawaran itu.
Baca juga: Drama Korea ‘When The Camelia Blooms’ Tampilkan Ragam Identitas Perempuan
Drakor Soal Jatuh-Bangun Perempuan di Dunia Kerja
Drama Korea ini memang mempromosikan nilai bahwa hubungan yang sehat adalah hubungan yang setara. Beberapa hubungan yang ditampilkan cenderung tak lazim tapi justru berlangsung sehat dan tidak mengeksploitasi salah satu pihak. Khususnya hubungan Ji-ho dan Se-hee ini, yang meski menikah kontrak, hubungannya berlangsung setara dan dua arah.
Drama ini juga sedikit banyak berusaha mendobrak ketabuan masyarakat Korea Selatan terkait isu-isu feminisme dan kesetaraan gender. Ada pembahasan soal Ji-ho, misalnya, yang diperkosa rekan kerjanya, namun malah disuruh memaafkan pelaku oleh atasan dan tempat kerja. Ia juga dipersalahkan karena tidur di tempat sepi seorang diri, sementara pemerkosanya dibebaskan dengan alibi tidak sadar diri karena mabuk.
Sementara itu, Soo-ji yang harus meredam emosinya setiap kali dilecehkan menggambarkan bagaimana para perempuan di dunia kerja selalu dituntut untuk menjadi robot yang tidak punya emosi, hanya boleh tersenyum lembut dan tertawa ramah, agar bisa bertahan di tempat kerja.
Banyak orang menghakimi sosok Soo-ji lantaran dinilai menutup mata dari pelecehan seksual. Tapi langkah yang ia ambil adalah pilihan realistis di tengah beban hidup yang begitu berat. Menjadi orang miskin yang sering dilecehkan karena kemiskinannya selama bertahun-tahun tentu menyadarkan Soo-ji bahwa uang dan status sosial adalah komoditas penting untuk selamat di dunia yang penuh penghakiman ini.
Baca juga: 5 Drakor dengan Karakter Perempuan Anti-Stereotip
Namun, sebesar apa pun materi yang kita dapatkan, tidak ada yang bisa menggantikan harga diri kita sebagai manusia. Soo-ji tidak berpangku tangan dan menerima perlakuan semena-mena itu. Ia selalu melawan dengan caranya sendiri, termasuk akhirnya melakukan konfrontasi langsung kepada atasan yang kerap melecehkannya. Tapi pembalasan Soo-ji yang paling hebat adalah keluar dari perusahaan itu, mendirikan perusahaannya sendiri, dan berhasil meraup pendapatan yang sangat besar dalam waktu singkat.
Mengangkat keragaman latar belakang dan pengalaman hidup manusia, drama Korea Because This is My Life tidak menampilkan narasi-narasi hitam putih, atau mengarahkan mana yang benar dan mana yang salah. Drama ini mengajak kita untuk menjadi pengamat yang cerdas dalam memaknai perbedaan sikap dan prinsip hidup sebagai hasil dari latar belakang setiap manusia. Karena yang paling memahami hidup manusia adalah manusia itu sendiri, menghakimi orang lain hanya karena kita menilai dia memilih jalan hidup yang berbeda adalah hal yang tidak masuk akal.
Comments