Women Lead Pendidikan Seks
July 16, 2021

Bukan Salah Penyintas, Yuk Setop ‘Victim Blaming’

Sudah jatuh tertimpa tangga, korban kekerasan seksual kerap disalahkan dua kali. Ini beberapa cara untuk setop victim blaming.

by Jonesy
Lifestyle
Cara hentikan victim blaming
Share:

Dalam masyarakat patriarki, penyintas kekerasan seksual kerap disalahkan berkali-kali (victim blaming), alih-alih dilindungi. Imbasnya, tidak hanya dihantui trauma seumur hidup, penyintas pun mulai menyalahkan diri sendiri dan bertanya, mengapa hal itu menimpanya.

Victim blaming bisa berupa pernyataan-pernyataan tak sensitif, seperti, “Salah sendiri kenapa pake baju terbuka”,”Kamu sih keluar malem-malem”, “Pasti bukan perempuan baik-baik”, dan sejenisnya. Ungkapan-ungkapan yang menyalahkan korban tersebut merupakan bukti, budaya pemerkosaan (rape culture) makin dinormalisasi.

Apa itu Victim Blaming 

Victim blaming merupakan tindakan menyalahkan peristiwa yang menimpa penyintas, dan menganggap semua itu adalah tanggung jawab si penyintas.

Baca Juga: Perangi Kekerasan Seksual dengan Kampanye ‘No! Go! Tell!’

Victim blaming bisa terjadi karena faktor agama, budaya, hingga hukum yang tak cukup memberi ruang aman. Dalam konteks global, masih banyak negara ramah pada pemerkosa dan tidak berpihak pada penyintas. Hal ini akan sangat berdampak terhadap penyintas kekerasan seksual, termasuk keengganan untuk mau berbicara, karena takut disalahkan. Tak hanya itu, mereka juga tak ingin melapor pada pihak berwajib, sebab polisi pun juga melakukan victim blaming, bahkan menjadi pemerkosa.

Akibat Victim Blaming 

Banyak hal yang akan terjadi jika kita selalu melakukan victim blaming terhadap penyintas kekerasan seksual. Yang paling fatal adalah victim blaming rentan memicu gangguan kesehatan mental di mana penyintas akan selalu merasa bersalah seumur hidupnya, mengalami depresi, dan yang paling parah mengakhiri hidupnya.

Victim blaming semakin diperparah dengan tidak adanya payung hukum yang berpihak pada korban. Di Indonesia sendiri, korban kekerasan seksual tak memiliki payung hukum yang melindungi mereka, bahkan pengesahan RUU PKS masih terkendala. Mengingat pentingnya RUU PKS untuk penyintas, lantas kenapa DPR masih saja tarik ulur?

Mengapa Orang Melakukan Victim Blaming

Dikutip dari laman Very Well Mind, seseorang melakukan victim blaming sebagai kamuflase agar ia merasa lebih baik dengan dirinya sendiri. Dengan menyalahkan penyintas, mereka merasa lebih aman. Mereka meyakinkan diri jika mereka bisa memproteksi diri sendiri, maka mereka tidak akan senasib dengan si penyintas. Dalam contoh paling mudah, ketika rumah tetanggamu dirampok, kamu akan menyalahkan tetanggamu kenapa tidak mengunci rumah. Ini akan membuatmu merasa atau mempercayai bahwa dunia ini lebih aman.

Baca Juga: Dear Perempuan, Pendidikan Tinggimu untuk Kamu Sendiri

Berbagai Cara untuk Setop Victim Blaming 

Ada banyak cara untuk menghentikan victim blaming dan membantu penyintas mulai bicara. Berikut ini beberapa cara agar kamu bisa menghapus victim blaming yang kami kutip dari 16 Days The Pixels Project. 

Percaya pada penyintas kekerasan seksual

Sering kali penyintas dibungkam dan ceritanya dipertanyakan oleh pihak lain. Ketika mereka mencoba untuk berbicara, akan banyak sekali pihak yang melakukan hal ini apalagi banyak yang mulai angkat bicara di media sosial. Untuk membantunya, yang bisa kamu lakukan adalah percaya terhadap cerita penyintas. Mau siapapun pelakunya, katakan kepada penyintas bahwa kamu mempercayai semua ceritanya dan mendukung keputusan dia.

Katakan pada penyintas semua ini bukan salahnya

Selalu katakan pada penyintas bahwa semua yang terjadi bukanlah kesalahannya. Memang untuk beberapa kesempatan, penyintas akan menyalahkan diri mereka sendiri. Ini hal normal yang terjadi. Kamu hanya perlu mendengarkan ceritanya sekaligus selalu berkata pada penyintas bahwa ini bukan salahnya. 

Baca Juga: Derita Anak-anak Kita: Data Kekerasan Minim, Perlindungan Nihil

Bertanyalah dengan pertanyaan yang tepat

Ketika kamu mendengar cerita penyintas, yang perlu kamu lakukan adalah mendengar semua ceritanya secara berempati. Ketika kamu ingin bertanya, perhatikan pertanyaan yang akan kamu lemparkan padanya. Ketimbang melontarkan pertanyaan pada penyintas, ada baiknya kamu lontarkan  beragam pertanyaan pada pelaku agar semua orang menyorot pelaku,

Tantang para pendukung pelaku

Sering kali, ada pihak-pihak yang akan mendukung pelaku dengan cara menyerang penyintas. Yang perlu kamu lakukan adalah ingatkan para pendukung pelaku tersebut bahwa adalah keputusan sang pelaku untuk melakukan kekerasan seksual dan selalu tangkis semua victim blaming yang dilemparkan oleh mereka,

Selalu awasi pelaku

Pelaku akan selalu memiliki cara untuk menjelaskan dan membenarkan tindakan yang ia lakukan terhadap penyintas. Ketika hal ini terjadi, jangan pernah percaya terhadap apa yang dibicarakan. Jangan biarkan dia membuat alasan seperti menyalahkan penyintas  menyalahkan alkohol, atau obat-obatan yang memengaruhi perbuatannya. Jika memungkinkan, hubungi organisasi bantuan atau pihak advokasi lainnya untuk membantu penyintas. 

Baca Juga: Penyiksaan di Rutan, Panti Rehab: Saat Yang Berwenang Jadi Sewenang-wenang

Call-out orang-orang yang melemparkan rape jokes

Salah satu yang melanggengkan budaya pemerkosaan dalam masyarakat adalah tindakan kekerasan seksual yang dinormalisasi salah satunya lewat rape jokes. Ketika kamu melihat hal ini di sekitarmu, kamu bisa menegur orang tersebut dan ingatkan bahwa hal tersebut tidak pantas dibicarakan. Menurut Sakdiyah Makruf, kamu bisa melawan hal tersebut dengan tidak ikut tertawa dengan jokes tersebut.  

Call out media yang membuat berita memojokkan penyintas

Salah satu corong yang membuat budaya victim blaming menyebar dalam masyarakat akibat dari berita memojokkan korban yang dibuat oleh media. Ketika kamu melihat hal ini, jangan sungkan untuk melakukan call out di media sosial. Katakanlah hal ini tidak benar dan akan berakibat buruk terhadap korban. Kamu juga bisa membuat petisi agar pihak editorial media tersebut mengubah pendekatan mereka atau cara pandang mereka untuk lebih berpihak pada korban.