Women Lead Pendidikan Seks
January 28, 2022

Cemburu dengan Idola Pasangan: Wajar atau Berlebihan?

Kehadiran idola dalam relasi romantis sering kali mengkhawatirkan, karena menyebabkan ‘insecure’ hingga cemburu kronis.

by Aurelia Gracia, Reporter
Lifestyle // Madge PCR
Cemburu dengab Idola Pasangan: Wajar atau Berlebihan?
Share:

Datangnya pandemi yang memenjarakan semua orang dalam rumah, membuat kita membutuhkan aktivitas baru untuk dinikmati. Setidaknya ini berlaku pada Lauren, fresh graduate yang menghabiskan sebagian besar waktu luangnya untuk One Direction, pada tahun pertama pandemi. Sayangnya, sang mantan pacar menentang kegemarannya karena merasa cemburu.

“Dia bentak aku karena menghabiskan uang untuk beli photocard,” ceritanya saat dihubungi Magdalene pada (26/1). “Padahal aku pake uang sendiri, nggak pernah minta sama dia,” sambungnya.

Dalam sebuah wawancara bersama Body + Soul, psikolog asal Australia Meredith Fuller mengatakan, hal yang dinilai positif itu dapat berpengaruh negatif terhadap hubungan romantis, apabila terlalu banyak waktu yang diberikan untuk mengagumi idola. Hal ini dialami Lauren dalam hubungan yang dijalaninya selama setahun.

Perempuan 23 tahun itu mengaku, sejak mengidolakan One Direction, dirinya lebih banyak menghabiskan waktu untuk fangirling dan telepon dengan Directioners lainnya. Terlebih saat perayaan hari jadi kesepuluh boyband yang terbentuk di X-Factor UK tersebut, Lauren sampai mengesampingkan mantan pacarnya sehingga merasa waktu yang diberikan tersaingi.

Seperti Lauren, hubungan antara Neonatha dan pacarnya juga melalui hal serupa. Memasuki tahun kedua dan ketiga, kekasihnya mulai cemburu karena ia lebih sering membicarakan k-pop.

Baca Juga: Cemburu: Kapan Ini Wajar, Kapan Jadi Tak Sehat?

“Kalau aku udah selesai nonton konten k-pop, dia akan bilang, ‘Enak ya jadi Jaemin dan Mark, selalu di pikiran kamu terus’,” ujar mahasiswa itu, mengingat cara pacarnya mengekspresikan kecemburuannya.

Melansir Cosmopolitan, kecemburuan itu bisa muncul karena pasangan merasa insecure. Ini merupakan respons yang wajar karena terdapat rasa penolakan dalam diri pasangan lantaran merasa dirinya tidak cukup baik, jika dibandingkan dengan seleb idola pasangannya.

Namun, perlu diwaspadai apabila responsnya mulai berlebihan, karena dapat berujung pada usaha mengontrol hal-hal yang disenangi dan diinginkan. Maka itu, antara kedua pihak perlu saling menjelaskan dan mendengarkan intensi yang dibangun terhadap seleb idola, dan bagaimana kekagumannya itu tidak mengganggu kualitas hubungan.

Parasocial Relationship Terhadap Seleb

Menyukai figur publik hingga menjalin keterlibatan sosial dan emosional merupakan salah satu dampak kehadiran media. Sebagai audiens, kita lebih mudah “mengabdi” pada selebriti dan merasa memiliki kelekatan dengan mereka.

Kepada Slice, Dr. Dara Greenwood, profesor psikologi di Vassar College, New York, hubungan yang disebut parasocial relationship ini awalnya didasarkan pada ketertarikan atau status, tetapi terdapat berbagai faktor lain yang mendukung. Contohnya adalah kebaikan, kerendahan hati, dan sisi autentik dari figur publik yang menjadi alasan utama.

Neonatha misalnya, ia melihat sosok idolanya sebagai pekerja keras, mendorongnya untuk giat dalam berusaha. Atau Lauren yang mengapresiasi karya One Direction, lebih dari sekadar penampilan yang rupawan.

Dalam parasocial relationship, biasanya seseorang melibatkan perasaan intim ataupun membayangkan persahabatan, dengan sosok aktual maupun fiksi. Tingginya intensitas menyaksikan penampilan selebriti dalam film, serial televisi, aksi panggung, talk show maupun wawancara, semakin mempertajam perasaan tersebut.

Baca Juga: Tanda-tanda Pasanganmu Posesif dan Cara Mengatasinya

Pun kehadiran media sosial memperkuat koneksi antara penggemar dan selebriti idolanya, karena interaksi yang awalnya tampak mustahil, justru terbangun lewat medium tersebut. Bahkan ini tampak seperti mengintip kehidupan pribadinya, jika para seleb mempublikasikan kesehariannya.

Fuller menjelaskan, situasi ini membuat penggemar dapat menjadikan sang idola bagian dari hidup mereka, sehingga terasa lebih menyenangkan. Ini pun terjadi pada Lauren, mengungkapkan bagaimana media sosial mengoneksikan hubungannya dengan figur publik favoritnya.

“One Direction bisa bikin mood-ku lebih baik cuma dengan nontonin video atau dengerin lagu-lagu mereka,” ceritanya. Lebih dari itu, ia menjalin pertemanan dengan banyak penggemar baik dari Indonesia maupun luar negeri, sesuatu yang tidak didapatkannya sewaktu berpacaran dengan sang mantan.

“Sewaktu pacaran, dia nggak suka aku nongkrong sama teman-temanku. Akan tetapi harus ikut nongkrong bareng teman-temannya,” tuturnya.

Namun, parasocial relationship ini bisa dibawa terlalu jauh apabila seseorang mulai berharap, atau berimajinasi si seleb sebagai pasangannya, seperti sempat dialami oleh Neonatha.

“Aku nggak suka kalau orang lain senang sama Mark atau Jaemin,” akunya. “Di pikiranku, mereka tuh pacarku jadi nggak boleh direbut,” imbuhnya. Kini perempuan 18 tahun itu dapat membangun tembok antara realitas dan kehidupan fangirling, dan memahami tokoh idola tidak dapat dimiliki.

Tanpa disadari, hal-hal seperti itulah yang sebenarnya perlu diingat ketika terjebak dalam parasocial relationship, dan hubungan romantis pada saat bersamaan. Karena menjadi sulit membedakan dunia nyata, memiliki ekspektasi lebih, dan berpotensi menyakiti perasaan pasangan.

Baca Juga: Parasocial Break-Up: Patah Hati Karena Karakter Fiksi

Bagaimana Mengatasinya?

Meskipun terdengar sepele dan bukan alasan konkret, kecemburuan terhadap seleb idola dianggap valid, sebagaimana dinyatakan oleh Holly Richmond, psikolog somatik dan terapis seks bersertifikat, kepada Refinery29. Alasannya, emosi setiap orang bersifat nyata dan tidak ada yang salah dengan ini.

Yang perlu diingat, ada perbedaan antara diri Anda dengan idola pasangan, yakni realitas dan fantasi. Kenyataannya, selebriti hanya menetap di dalam isi kepala seseorang, pun belum tentu mengidolakan seseorang berarti melihatnya secara romantis.

Pengertian itu yang diberikan oleh Neonatha kepada pacarnya. “Mereka itu cuma bisa dikagumi, nggak bisa ditemui, nggak bisa ditelepon tiap malam. Cuma perantara untuk melepas lelah aja,” katanya, ketika ditanya caranya memberikan pemahaman.

Ibarat sebuah tim, hubungan romantis tentunya membutuhkan kerja sama kedua pihak untuk mencapai kesepakatan dan mempererat ikatan. Karenanya, di saat tertentu kekasih Neonatha juga ikut menonton video klip k-pop, untuk memahami hal-hal yang disukai pasangannya.

Menurut Richmond, apabila kekhawatiran itu terletak pada hal berbeda, misalnya melihat sebagai tanda pasangan menginginkan sosok yang berbeda dalam hidupnya, sebaiknya dikomunikasikan secara langsung dan sampaikan perasaan yang sebenarnya. Sekali pun merasa insecure karena dirinya sama sekali tidak terlihat seperti selebriti itu.

Tujuannya, percakapan tersebut akan menyingkap kejujuran satu sama lain dan menemukan solusi. Contohnya, ia membagi waktu di malam hari untuk fangirling, sedangkan siang hari untuk pacarnya. Atau Neonatha yang memutuskan untuk mengurangi intensitas fangirling.

Selain itu, seseorang yang mengidolakan selebriti perlu merefleksikan dan mempertanyakan kebahagiaannya, agar menemukan dari dalam dirinya sendiri. Karena sering kali, kebahagiaan justru disandarkan pada selebriti.

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.