Tiga belas tahun yang lalu, serial televisi Gossip Girl ditayangkan pertama kali dan menjadi begitu populer serta fenomenal. Mengangkat kisah persahabatan Serena van der Woodsen (Blake Lively) dan Blair Waldorf (Leighton Meeester), dua remaja kaya raya dari Upper East Side, Kota New York, serial ini sampai dinobatkan menjadi drama remaja terbaik sepanjang sejarah (New York Magazine), disebut-sebut telah mengubah cara TV bekerja (The Independent), hingga dianggap berpengaruh besar terhadap mode dan gaya hidup (The New York Times) di kalangan remaja.
Tak mengherankan. Gossip Girl mengikuti kisah hidup remaja berprivilese di Kota New York dengan segala kemewahan, gemerlap, dan skandal-skandalnya. Membungkus kisah-kisah mereka sebagai gosip yang disebarkan lewat platform bernama Gossip Girl, penonton diposisikan sebagai penikmat gosip yang tak jarang kontroversial. Sederhananya, Gossip Girl adalah tabloid gosip yang menjual sensasi selebritas kepada pembacanya, dibungkus dengan fashion masa kini, ditambah social commentary yang terkadang cukup tepat sasaran.
Remake Gossip Girl versi Indonesia yang baru tayang di awal Februari ini dikemas tak jauh berbeda. Para karakter memiliki nama serupa dengan serial aslinya: Serena Darsono (Amanda Rawles) dan Blair Hadiningrat (Jihane Almira), serta Danny Hakim (Baskara Mahendra) sebagai pengganti Dan Humphrey, Nathaniel Siregar (Arya Vasco) sebagai pengganti Nate Archibald, Chicco Salim (Jerome Kurnia) sebagai pengganti Chuck Bass, dan lainnya.
Sama seperti versi aslinya pula, Gossip Girl Indonesia mengemas kehidupan karakter-karakter tersebut sebagai bahan gosip. Film dinarasikan dari sudut pandang si penyebar gosip yang sekaligus memberikan voice over. Gambar diambil dari balik pintu, sela-sela jendela, dan teknik-teknik mengintip lainnya—seolah ada yang selalu diam-diam mengikuti mereka.
Baca juga: Pasangan dalam Film yang Tak Seharusnya Jadi #CoupleGoals
Hanya pindah lokasi
Berdasarkan tiga episode pertama yang telah tayang di GoPlay, Gossip Girl Indonesia hampir secara persis mengikuti alur cerita versi aslinya. Setelah berbulan-bulan pergi tanpa ada kabar, Serena akhirnya kembali lagi ke rumahnya. Hubungan Serena dan Blair menjadi tegang—mengingat Serena pergi dan kembali tanpa memberi tahu Blair sama sekali. Dari situ pula terkuak rahasia besar yang membuat Serena tak bisa pamit kepada Blair.
Momen-momen utama tiap episode tidak berbeda dengan materi Gossip Girl versi orisinal: Dari momen Danny mengembalikan ponsel Serena di hotel, acara brunch yang membuat Blair memergoki Nathaniel hendak bertemu Serena di kamar Chicco, hingga seleksi menjadi chaperone (pendamping) dosen-dosen universitas. Gossip Girl Indonesia seperti sekadar mengganti pemain-pemainnya dengan aktor Indonesia dan memindahkan latar tempat ke Indonesia. Pembeda-pembeda hanya berupa nama sekolah, nama hotel, dan nama restoran yang disesuaikan dengan latar Indonesia—atau lebih tepatnya Jakarta dengan lokasi-lokasi mewahnya.
Ada pula detail-detail kecil yang diubah, tetapi detail tersebut tidak berpengaruh banyak terhadap jalan cerita. Di episode tiga, misalnya, mata pelajaran olahraga yang aslinya adalah permainan hoki diganti jadi upacara bendera. Dosen yang didampingi oleh Nathaniel juga diganti jadi perempuan yang punya concern besar terhadap isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Di satu sisi, mungkin ada kebijakan-kebijakan hak cipta yang membuat remake atau adaptasi Gossip Girl tak bisa dibuat lebih leluasa. Namun, pertanyaannya, dengan mengikuti hampir secara persis serial yang berusia lebih dari 10 tahun lamanya, apakah kisah yang ditawarkan Gossip Girl Indonesia tetap relevan?
Gossip Girl Indonesia punya kesempatan untuk mempersoalkan budaya kekerasan seksual yang diwajarkan dalam Gossip Girl versi aslinya.
Menyoal budaya kekerasan seksual
Dalam episode pertama Gossip Girl versi asli, Chuck Bass mengajak dua perempuan pergi ke tempat sepi untuk “berbicara” dan “menemani makan”. Mereka adalah Serena dan adik Dan, Jenny Humphrey (Taylor Momsen). Dalam dua kesempatan itu pula, Chuck memaksa berhubungan seks dengan keduanya—bahkan ketika Serena sedang dalam kondisi setengah mabuk. Hal ini membuat Chuck telah melakukan percobaan pemerkosaan.
Bahkan ada adegan di mana Chuck terang-terangan berkata bahwa, “Serena terlihat begitu seksi hingga perlu di-violate.” Ketika Jenny mencoba mencari tahu ke Blair apakah Chuck berkata yang tidak-tidak tentang dirinya, Blair menjawab bahwa Chuck bukan tipe orang yang memamerkan “korban-korbannya.” Terlepas dari segala red flag atau peringatan itu, perilaku Chuck terus diwajarkan, bahkan dianggap romantis. Banyak penggemar Gossip Girl mengidolakan sosok Chuck dan menganggapnya sebagai laki-laki ideal.
Saat episode pilot itu pertama kali rilis, kesadaran tentang consent dan pentingnya untuk menanggapi kekerasan seksual secara serius mungkin belum sebesar saat ini. Gossip Girl hadir di tengah film-film romantis dan remaja lain yang sama-sama mewajarkan bentuk-bentuk kekerasan dan manipulasi seksual. Sebutlah The Notebook (2004), di mana Noah (Ryan Gosling) mengancam akan bunuh diri jika Allie (Rachel McAdams) tidak mau diajak kencan dengannya. Begitu pula dengan Twilight (2008), di mana Edward Cullen (Robert Pattinson) beberapa kali menyelinap ke kamar Bella (Kristen Stewart) untuk memerhatikan dirinya sedang tidur. Edward pun menguntit Bella ke mana-mana dalam rangka untuk “melindunginya”.
Sementara itu, Gossip Girl Indonesia diproduksi setelah momen #MeToo. Di Indonesia sendiri, perjuangan untuk mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masih berlangsung. Kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di industri perfilman Indonesia pun mulai banyak terungkap. Bergerak dari situ, Gossip Girl Indonesia punya kesempatan untuk membingkai Gossip Girl dengan lebih progresif. Percakapan tentang kekerasan seksual seharusnya sudah jauh melampaui pemahaman serial TV Gossip Girl aslinya.
Baca juga: Ini Satu Alasan Lagi Mengapa Harus Menonton Drama Korea
Dalam Gossip Girl Indonesia, perkataan Chuck ingin meng-violate Serena dihilangkan. Begitu pula adegan ketika ia hendak memerkosa Serena yang sedang dalam keadaan mabuk. Namun, Chicco dalam Gossip Girl Indonesia juga digambarkan selalu haus akan perempuan dan kerap ditemani banyak perempuan ketika sedang berpesta. Adegan Chicco mencoba memerkosa Jenny di pesta yang dihelat Blair juga tetap ada—menampakkan bahwa Chicco masih seorang predator seksual yang tak bisa membedakan antara hubungan seksual yang konsensual dengan yang tidak.
Setelah peristiwa percobaan pemerkosaan yang dialami Jenny, sebagaimana di serial aslinya, serial ini tidak memberikan porsi banyak bagi Jenny sebagai korban untuk mencerna perasaan dan rasa traumanya. Jenny memang sempat membicarakan hal ini sebentar dengan kakaknya, kemudian menghampiri Blair untuk mencari tahu gosip yang disebarkan Chicco tentang dirinya. Namun setelah itu, Jenny terlihat baik-baik saja dan seolah telah melupakan pengalaman tersebut. Persoalan itu pun menguap begitu saja dengan munculnya persoalan-persoalan baru tentang Blair dan Serena.
Berbeda dengan 13 tahun yang lalu, kekerasan seksual dalam budaya populer sekarang ini tak lagi bisa ditoleransi, apalagi diromantisasi. Lantas, dengan masih mengikuti alur cerita Gossip Girl secara hampir persis sama, apakah Gossip Girl Indonesia juga akan ikut mewajarkan kekerasan seksual dengan tidak mempersoalkan lebih dalam perilaku bermasalah Chicco/Chuck?
Gossip Girl Indonesia punya kesempatan untuk mempersoalkan budaya kekerasan seksual yang diwajarkan dalam Gossip Girl versi aslinya. Tak hanya dengan mengonfrontasi pelakunya, Chicco, tetapi juga memperlihatkan dampak emosional yang dialami korban. Bahkan Gossip Girl Indonesia dapat menggali lebih dalam mengapa Jenny begitu khawatir akan gosip yang mungkin menyebar tentang dirinya—sementara Chicco tak khawatir sama sekali (halo victim blaming?).
Mudah-mudahan hal ini terwujud dalam episode-episode Gossip Girl Indonesia selanjutnya.
Comments