Buat sejumlah pasangan, ajang perayaan asmara termasuk Hari Valentine adalah waktu yang rawan dan mencekam. Studi menunjukkan, banyak hubungan asmara kemungkinan kandas sekitar 14 Februari dibandingkan dengan hampir semua periode waktu lainnya.
Bisa jadi, ini adalah alasan mengapa banyak sekali uang dibelanjakan pada kisaran waktu ini untuk membeli kartu ucapan, coklat, atau perhiasan. Di Inggris, misalnya, total uang yang dibelanjakan untuk Hari Valentine diperkirakan bisa mencapai £1 miliar (Rp19,3 triliun).
Banyak orang akan membeli barang-barang tersebut dengan niat tulus untuk menunjukkan rasa kasih sayang, atau bagi yang berpikir secara ekonomi, sebagai bukti komitmen terhadap hubungan asmara mereka.
Namun, kenyataan bahwa 14 Februari kini sudah kental dengan nuansa konsumerisme membuat sebagian orang mengernyitkan dahi. Meski beberapa menganggap tanggal tersebut sebagai hari yang penuh cinta, bagi sebagian yang lain, 14 Februari memicu perasaan benci dan muak.
Jika kamu memilih untuk ikut dalam hiruk-pikuk perayaan Hari Valentine, memilih kado yang tepat bisa jadi hal yang sangat membingungkan. Apakah tepat memberi kado berisi coklat? Berapa tangkai bunga mawar yang harus kita beri untuk menunjukkan rasa kasih sayang?
Baca juga: Rayakan ‘Valentine’s Day’ Sendirian, Siapa Takut?
Ketimbang merasa senang karena membeli barang untuk orang yang mereka sayangi, orang justru bisa jadi merasa punya “kewajiban” untuk berbelanja – begitulah beban berat dari tradisi dan ekspektasi kultural.
Riset menunjukkan bagi banyak orang, terutama laki-laki, ada suatu cara untuk mengatasi tekanan ini, yakni dengan cara berbelanja secara “grab and go”. Seseorang tinggal masuk saja ke toko, memilih suatu barang, dan sudah berada di kasir dalam waktu 30 detik.
Sementara, beberapa kajian lain mengatakan perempuan lebih mungkin untuk punya ekspektasi yang makin tinggi pada usia 20-an, tentang kado apa yang seharusnya mereka dapatkan pada Hari Valentine.
Beberapa perempuan yang telah berada dalam hubungan yang relatif lama memiliki ekspektasi kado yang semakin mewah dari tahun ke tahun. Selain itu, tidak jarang juga perempuan heteroseksual menganggap laki-laki lah yang bertanggung jawab untuk merencanakan kencan yang sempurna.
Kesempurnaan tersebut, bagi banyak orang, tidak akan lengkap apabila tidak disertai dengan keharuman seikat mawar merah. Bunga merupakan belanjaan yang besar pada Hari Valentine, dan pada tahun 2019, sebanyak £261 juta (Rp5 triliun) dihabiskan warga Inggris untuk membeli karangan bunga.
Baca juga: ‘Dating Burnout’: Saat Aplikasi Kencan Melelahkan, Apa yang Harus Dilakukan?
Namun, riset juga menunjukkan, peluang seseorang untuk mendapatkan buket bunga tergantung bagaimana pasangannya memandang hubungan mereka.
Nampaknya kita lebih mungkin untuk membeli bunga jika merasa kebutuhan personal kita dalam suatu hubungan – seperti perasaan disayang – telah dipenuhi. Jika kita sangat sayang dengan seseorang, kemungkinan kita akan membelikan mereka bunga dan juga kado lainnya. Mereka yang sekadar merasa “puas” dengan hubungan asmara mereka punya peluang paling rendah untuk membeli bunga untuk pasangannya.
Cinta Tak Bisa Dibeli
Untuk meredam tekanan tersebut, kita bisa mempertimbangkan suatu pendekatan yang lebih personal dan sederhana – suatu hal yang benar-benar dihargai oleh pasangan atau gebetan kita.
Kemewahan tidak selalu bisa membuat orang bahagia. Barang bermerek (branded goods), misalnya, lebih sering diberikan sebagai kado sehari-hari ketimbang sebagai simbol kasih sayang.
Baca juga: Tiga Diskusi Menarik dari Dokumenter ‘The Tinder Swindler’
Jika kamu memilih untuk bermain aman dengan gift card (seperti voucher untuk saldo Google Play atau langganan Netflix), pilihlah layanan yang banyak dipakai orang. Studi menunjukkan banyak voucher yang terbatas untuk toko atau produk tertentu, sering berujung tidak digunakan.
Tentu saja, ekspresi cinta dan kasih sayang tidak melulu soal membelanjakan uang. Suatu survei yang berbicara dengan 3.000 pasangan menemukan, bagi mereka yang mengeluarkan uang paling banyak untuk cincin tunangan atau acara pernikahan, hubungannya justru yang paling cepat berakhir.
Sebuah pendekatan alternatif, sesuai temuan beberapa penelitian, adalah kebahagiaan yang sesungguhnya datang dari menghabiskan waktu bersama orang terkasih, serta berbagi cerita bersama. Jadi, mungkin opsi terbaik untuk Hari Valentine adalah melupakan belanja berlebihan dan fokus pada menghabiskan waktu secara berkualitas dengan pasangan. Cobalah melakukan sesuatu yang bisa menciptakan memori indah – hal yang tidak akan mudah layu seperti bunga.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Comments