Women Lead Pendidikan Seks
July 01, 2022

Kereta Cepat Jakarta-Bandung Belum Ramah Penyandang Disabilitas: Riset Terbaru

Negara perlu memastikan bahwa semua pemangku kepentingan dalam investasi tersebut harus mengadopsi nilai inklusivitas dan memprioritaskan hak-hak penyandang disabilitas.

by Muhammad Zulfikar Rakhmat
Issues
Share:

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang disebut mencapai nilai 8 miliar dolar AS, merupakan salah satu proyek raksasa di Indonesia yang menarik perhatian publik.

Jalur rel yang membentang sepanjang 142 kilometer ini akan menghubungkan dua kota besar di Pulau Jawa, yakni Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.

Terlepas dari berbagai kendala dan kontroversi, proses pembangunan jalur KCJB terus berlangsung dan dijadwalkan beroperasi aktif pada Juni 2023.

KCJB digadang-gadang akan menjadi kereta cepat pertama di Asia Tenggara. Proyek ini merupakan salah satu dari rangkaian proyek investasi Belt and Road Initiative (BRI) dari Cina yang paling penting di Indonesia, bahkan di kawasan ASEAN.

Diprakarsai oleh PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC), KCJB diharapkan mampu menempuh kecepatan hingga 350 km per jam. Dengan kecepatan itu, waktu tempuh Jakarta-Bandung dapat dipangkas dari yang biasanya hampir empat jam menjadi hanya 40 menit saja.

Sebagaimana banyak media melaporkan, proyek raksasa ini menuai banyak kontroversi. Selain mengalami masalah finansial, proyek ini juga dikritik atas keterlambatan pembangunan yang tak sesuai dengan target waktu sehingga menimbulkan berbagai isu lainnya, seperti pembengkakan biaya serta potensi adanya jebakan utang dari Cina. Isu perusakan lingkungan juga menjadi topik permasalahan yang hangat di masyarakat.

Tak kalah pentingnya, laporan salah satu lembaga think-tank Indonesia, The Habibie Center, juga menyoroti bahwa tahap desain dan perencanaan proyek KCJB kurang memperhatikan kepentingan dan kebutuhan para penumpang disabilitas atau berkebutuhan khusus.

Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa proyek yang diklaim pemerintah sebagai prestasi dan kemajuan teknologi dalam fasilitas transportasi publik ini justru diskriminatif pada kelompok marjinal, yakni kelompok penyandang disabilitas.

Sebagaimana kereta cepat yang dioperasikan oleh negara-negara maju lainnya, isu inklusivitas sudah seharusnya menjadi bagian integral guna mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas saat melakukan perjalanan.

Baca juga: Membangun Kota Ramah Gender: Lelaki juga Diuntungkan

Kelompok Disabilitas Luput Dilibatkan dalam Pengembangan KCJB

Laporan yang dirilis pada September 2021 oleh The Habibie Center tersebut menemukan bahwa PT KCIC belum melibatkan partisipasi kelompok ataupun organisasi penyandang disabilitas di di tanah air.

Laporan studi tersebut juga menyatakan bahwa belum ada perwakilan dari pihak kelompok berkebutuhan khusus di Indonesia yang pernah diajak berkonsultasi, baik dalam proses perancangan, perencanaan, maupun tahap pengembangan kereta cepat tersebut.

Berdasarkan laporan tersebut, perusahaan hanya meminta masukan terkait pembangunan KCJB dari beberapa individu penyandang disabilitas yang merupakan pegawai yang bekerja di Kementerian Perhubungan. Pihak KCIC belum pernah mencoba mencari pendapat langsung ataupun mengundang perwakilan dari komunitas disabilitas mana pun untuk berdiskusi dan didengar pendapatnya terkait topik tersebut.

Tak pelak, timbul kerisauan di masyarakat yang bertanya-tanya apakah kelompok penyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus akan bisa menikmati fasilitas transportasi publik KCJB atau tidak nantinya.

Tidak diragukan bahwa KCJB sendiri telah mengadopsi desain terbaik dan teknologi tercanggih. Akan tetapi, masih diperlukan beberapa penyesuaian agar sesuai dengan kondisi lingkungan dan tipe penumpang di Indonesia.

The Conversation Indonesia telah menghubungi KCIC mengenai isu inklusivitas ini tetapi tidak mendapat tanggapan.

Juru bicara PT KCIC merespon kepada kepada media dan menyatakan bahwa pihaknya akan mengikuti peraturan Indonesia tentang pembangunan infrastruktur publik yang selama ini ia klaim telah memiliki kebijakan, termasuk di antaranya mengenai akomodasi dan kebutuhan penyandang disabilitas.

Baca juga: Penyandang Disabilitas Rawan Tak Bisa Kembali Sekolah Karena Pandemi

Apa yang Sudah Dijanjikan oleh KCIC?

Penting bagi publik untuk mengetahui dan mencatat janji yang diberikan oleh PT KCIC mengenai KCJB dan mengawal apakah janji tersebut akan terealisasi nantinya.

PT KCIC telah berjanji untuk memberikan fasilitas bagi penyandang disabilitas, seperti membangun gerbong kereta khusus bagi “penumpang dengan mobilitas terbatas”, serta berbagai fasilitas pendukung lainnya.

Berdasarkan desainnya, setiap rangkaian kereta akan mengalokasikan satu gerbong khusus dengan akses disabilitas yang lebih baik, termasuk area penyimpanan kursi roda. Selain itu, di setiap gerbong lain, akan ada empat kursi prioritas khusus.

PT KCIC juga telah berjanji untuk mendesain toilet khusus untuk pengguna kursi roda, dilengkapi dengan penanda huruf Braille dan pintu geser untuk kemudahan akses.

Desain gerbong kereta khusus tersebut disesuaikan dengan Permenhub No. 63/2019 tentang Standar Pelayanan Minimal Kereta Api Umum dan China’s Code Standard tentang peraturan perkeretaapian yang juga membahas aspek kebutuhan penumpang disabilitas.

PT KCIC telah mengutarakan komitmennya dalam membangun berbagai infrastruktur pendukung lainnya bagi penumpang disabilitas, yang meliputi fasilitas eskalator dan lift khusus, petugas khusus, fasilitas tiket prioritas melalui aplikasi e-ticketing, loket prioritas, serta tempat parkir khusus penyandang disabilitas.

Baca juga: Perempuan dengan Disabilitas Hadapi Kesulitan Ganda dalam Bekerja

Reminder untuk Pemerintah Indonesia

Rekam jejak sejarah membuktikan bahwa penyandang disabilitas di tanah air masih menghadapi berbagai tantangan untuk dapat menikmati hak-haknya yang seringkali terabaikan.

Mereka masih sangat jarang dilibatkan dalam tahap pengembangan dan operasional transportasi umum di Indonesia. Isu inklusivitas masih menjadi wacana tertulis karena fakta di lapangan masih jauh dari ideal.

Menepis pesimisme tersebut, sebenarnya timbul secercah harapan bahwa keterlibatan investasi asing dari negara maju dalam pembangunan infrastruktur publik di Indonesia sedikit banyak dapat mengubah ketimpangan ini.

Indonesia harus memberlakukan kebijakan dan peraturan yang tegas dan lebih komprehensif terkait akses dan layanan bagi penyandang disabilitas. Adapun dalam konteks mega proyek KCJB ini, komitmen tersebut harus pula dimanifestasikan secara konsisten dalam kebijakan yang melibatkan investasi asing.

Tak hanya janji manis secara verbal, peraturan tersebut perlu dituangkan secara jelas dalam undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, serta peraturan daerah.

Negara juga perlu memastikan bahwa semua pemangku kepentingan dalam investasi tersebut harus mengadopsi nilai inklusivitas dan memprioritaskan hak-hak penyandang disabilitas.

Inisiasi dan upaya mengajak investor asing untuk bersama-sama melibatkan kelompok masyarakat sipil yang peduli dengan isu disabilitas dalam perencanaan pembangunan semua proyek yang berkaitan dengan transportasi dan fasilitas umum harus menjadi agenda pokok pemerintah Indonesia.

Artikel ini ditulis bersama dengan Yeta Purnama, mahasiswi Universitas Islam Indonesia.The Conversation

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Muhammad Zulfikar Rakhmat, Assistant Professor in International Relations, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta