Sebagai perempuan yang sedang mengalami krisis seperempat abad, banyak sekali tantangan baru yang harus saya hadapi. Tak jarang tantangan tersebut membuat saya nyaris menyerah. Karena itulah saya butuh doping, butuh penyemangat dari buku motivasi, lagu, atau sekadar nasihat.
Sampai saat ini, salah satu penyemangat paling manjur adalah mendengarkan lagu-lagu dari grup kasidah kawakan Nasida Ria. Sejak awal kariernya di 1975, grup ini memang terkenal dengan lagu-lagunya yang sarat pesan, baik pesan agama, keadilan, perdamaian, atau pesan kemanusiaan.
Malang melintang 46 tahun, grup asal Semarang yang sempat redup ini mendadak menarik antusiasme dari telinga kaum milenial. Saya salah satunya. Alasannya, dugaan saya, pesan-pesan yang tertuang pada lagu mereka, nyambung banget, dan bisa diterapkan untuk semua generasi. Saking nyambungnya, teman-teman saya ada yang sampai menangis hanya karena para penyanyi ini membuka mulut dan mulai bernyanyi. Bahkan, ada yang menganggap Nasida Ria adalah cenayang serba tahu yang bisa memprediksi masa depan. Lagu “Tahun 2000” misalnya, disebut-sebut sebagai akuratnya ramalan Nasida Ria akan kondisi hari-hari ini.
Baca Juga: Surat dari Penjara: Kangen Ibuku Si Tato Alis Kereng
Bagi saya sendiri, lagu yang paling berkesan dari grup musik Nasida Ria berjudul “Anakku”. Lagu ini sering sekali didendangkan oleh ibu ketika dulu saya masih tinggal bersamanya. Saat sedang kesusahan mengerjakan tugas sekolah, ibu spontan bernyanyi,
“Anakku, anakku, anakku
Dunia yang akan kau alami
Tak sama, tak sama, tak sama
Dengan dunia yang 'ku alami
Makin berliku-liku
Liku-liku cari sekolah
Liku-liku cari nafkah
Namun jangan berkecil hati
Jadilah manusia sakti
Cerdas, tabah, kreatif
Dengar, dengar, dengar, dengar, dengar semboyanku”
Saat itu perasaan saya biasa saja. Namun belakangan, saat dewasa saya baru sadar, ini adalah doa ibu, penglipur lara dari ibu buat saya anaknya yang tengah dirundung kesulitan. Lagipula, pesan yang termuat dalam lagu “Anakku” sedikit berbeda dengan lagu-lagu motivasi lainnya. Alih-alih membandingkan kejayaan pada boomer atau menceritakan betapa susahnya tantangan yang dulu mereka hadapi, Nasida Ria justru memvalidasi bahwa memang tantangan yang dihadapi generasi setelahnya lebih berat.
Baca Juga: ‘Ali & Ratu Ratu Queens’: Ongkos Mahal Perempuan Mengejar Mimpi
Di titik itu saya ingin banget mengajak tos Nasida Ria. Sebab, nasihat yang disampaikan Nasida Ria lalu diulang lewat mulut ibu saya, terasa relevan dengan hidup saya. Zaman dulu, orang tua sering bilang, anak zaman sekarang dilenakan dengan banyak kemudahan, dari internet, akses komunikasi, transportasi, dan lainnya. Zaman dulu orang tua sering ngomong, mereka harus kerja keras demi bisa membeli rumah dan sawah. Mereka enggak tahu aja, anak zaman sekarang seperti kita pun kerap menghadapi problem serupa. Jangankan beli rumah, tak makan obat maag di tanggal tua saja sudah bersyukur di tengah kondisi ekonomi yang karut marut ini.
Menurut saya, tantangan yang dihadapi dari satu generasi ke generasi lainnya tidak bisa dibandingkan. Setiap generasi memiliki tantangan sendiri yang harus dihadapi. Jika dulu boomer menghadapi tantangan keterbatasan teknologi, kami milenial justru menghadapi tantangan globalisasi dan pengaruh-pengaruh buruk yang mudah sekali masuk di kehidupan kami.
Baca Juga: 6 Band Perempuan Indonesia Milenial yang Wajib Masuk Playlist
Jadi, tidak perlu mengatakan kepada generasi selanjutnya bahwa cobaan dan tantangan di zaman mereka relatif lebih susah. Apapun eranya, tahap pertama untuk bangkit dari kesusahan adalah dengan mengakuinya. Validasi beratnya tantangan yang dihadapi generasi manapun, pada akhirnya bisa membuat kami jadi manusia sakti yang bisa bertahan. Seperti yang dikatakan oleh Nasida Ria:
“Manusia yang sakti siap menghadapi tantangan zamannya walau berbahaya.”.
Ibu, terima kasih sudah menyanyikan lagi ini. Pun, terima kasih Nasida Ria telah membuat saya bangkit hadapi dunia yang kejam ini.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Comments