Butuh waktu bertahun-tahun bagi Kartika Jahja mengungkapkan dirinya sebagai penyintas kasus pemerkosaan terhadap anak. Penyanyi dan aktivis gender itu mengatakan, ia hanya satu dari jutaan penyintas yang tidak melaporkan kasusnya karena takut atas penghakiman sosial dan hukum negara yang belum bisa melindungi mereka sebagai korban.
“Kejadian itu tahun 1987, saya bungkam dan 2013 baru bicara ke publik. Saya tidak melaporkan karena merasa tidak ada perubahan kalau melapor jalur hukum juga masih lemah,” ujarnya dalam Konferensi Pers Kampanye No! Go! Tell! Dan Peluncuran Produk Rangkaian White Musk oleh The Body Shop Indonesia, (8/7).
Kartika menuturkan, korban membutuhkan regulasi baru karena definisi pemerkosaan dalam hukum pidana sudah kuno dan rentan mengkriminalisasi korban atas tuduhan pencabulan. Selain itu, kasus kekerasan seksual terus bertambah dan banyak korbannya adalah anak-anak. Oleh karena itu, urgensi untuk mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) semakin mendesak, ujarnya.
RUU PKS sendiri telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, Januari lalu. Meskipun begitu, Luluk Nur Hamidah, anggota Komisi IV DPR RI mengatakan, saat ini RUU PKS masih belum dibahas untuk disahkan.
“Perjalanan RUU PKS sedikit menyusut. Proses yang sudah berjalan sampai saat ini adalah Rapat Dengar Pendapat Umum dan belum ada pembahasan lanjutan di DPR RI,” ungkapnya.
Baca juga: Kampanye ‘No!Go!Tell!’ Ajak Perempuan Katakan Tidak pada Kekerasan Seksual
Tiga Langkah Kampanye No!Go!Tell!
Ratu Ommaya, Public Relation dan Community Manager The Body Shop Indonesia mengatakan, perusahaannya yang ikut mengawal RUU PKS sejak tahun lalu masih memantau perjalanannya, meskipun saat ini mengalami hambatan. Oleh karena itu, upaya melawan kekerasan seksual tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi dengan pemberdayaan publik melalui edukasi.
The Body Shop Indonesia bersama Yayasan Plan International Indonesia, Yayasan Pulih, Magdalene, dan Makassar International Writers Festival kemudian bekerjasama untuk kampanye edukasi melawan kekerasan seksual ke masyarakat, mulai anak-anak hingga dewasa, dengan mengajukan mekanisme No! Go! Tell!, ujarnya.
“No! Go! Tell! merupakan gerakan edukasi bentuk kekerasan seksual karena banyak masyarakat yang belum mengetahui hal yang dialami adalah kekerasan seksual. Selain itu, juga mengajarkan mekanisme berkata tidak pada kekerasan,” kata Ratu.
Kampanye ini melawan kekerasan seksual dengan tiga mekanisme, yaitu No yang dilakukan dengan memahami bentuk kekerasan seksual dan berani berkata tidak pada kekerasan seksual.
“Mengatakan tidak memang bukan hal yang mudah jika berada di posisi genting, tapi diharapkan dengan mekanisme ini bisa menjadi bekal tentang apa yang bisa dilakukan,” kata Ratu.
Go, langkah kedua yang mengajak untuk menjauhi pelaku atau tempat yang membuat tidak nyaman kemudian mencari lokasi aman. Tell, langkah terakhir dengan melaporkan kejadian pada pihak yang dipercaya atau lembaga layanan yang membantu memberikan rasa aman.
Baca juga: Kampanye ‘Shoes Art Installation’ Dorong Pengesahan RUU PKS
Suzy Hutomo, Owner dan Executive Chairwoman The Body Shop Indonesia mengatakan, mekanisme anti-kekerasan No! Go! Tell! merupakan aksi lanjutan dari kampanye Stop Sexual Violence dari The Body Shop Indonesia yang dimulai tahun lalu dengan rangkaian acara webinar kampus anti-kekerasan seksual, demo Shoes in Silence, dan diakhiri dengan menyerahkan 421.218 tanda tangan petisi yang mendorong pengesahan RUU PKS ke DPR RI.
“No! Go! Tell! adalah bentuk konsistensi perjuangan RUU PKS yang dimulai dari komunitas dan lembaga non-pemerintah sejak 2012. Kampanye ini juga menyasar masyarakat untuk melindungi dirinya dan orang terdekat dari segala bentuk kekerasan seksual,” kata Suzy.
Keterlibatan Laki-laki Melawan Kekerasan Seksual Penting
Ratu menerangkan, kampanye anti-kekerasan seksual tersebut juga diajarkan kepada anak-anak dengan buku dongeng Saat Tiara dalam Bahaya yang diluncurkan tengah Juli nanti.
Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia menambahkan, edukasi kekerasan seksual untuk anak menjadi sangat penting karena korban kekerasan juga anak berusia delapan tahun. Selain itu, kekerasan seksual berdampak pada pendidikan, rasa percaya diri, dan menghambat pertumbuhan mereka menjadi manusia dewasa.
“Sangat penting anak mengetahui tentang isu ini dan berkata tidak memang membutuhkan keberanian. Maka dari itu, kami akan mengedukasi anak dan remaja tentang itu. Buku dongeng juga merupakan salah satu upayanya dan akan disebarkan ke pelosok Indonesia agar semua bisa mengakses,” jelas Dini.
Di tempat yang sama, Aryo Widiwardhono, CEO The Body Shop Indonesia mengatakan, edukasi juga tidak hanya ditekankan pada anak dan perempuan, tetapi laki-laki agar lebih memahami dampak dan bahaya kekerasan seksual.
“Laki-laki memiliki peran yang sama mencegah kekerasan seksual. Saya seorang laki-laki dan memiliki concern agar hidup terlindungi dari kekerasan seksual karena hukum belum kuat,” ujanya.
Baca juga: Laki-laki Anti-Kekerasan terhadap Perempuan: Ubah Perilaku dan Geser Paradigma
Wawan Suwandi, Public Relation dari Yayasan Pulih menambahkan, pelibatan laki-laki dalam mencegah kekerasan seksual penting agar mereka tidak menjadi korban dan pelaku selanjutnya. Selain itu, laki-laki juga harus terlibat dalam edukasi kesehatan reproduksi hingga pengasuhan keluarga yang bebas kekerasan agar anak tidak tumbuh menormalisasikan hal tersebut.
“Laki-laki harus terbuka secara emosional dan menghancurkan konstruksi maskulinitas toksik. Mereka juga harus belajar meregulasikan emosinya agar tidak berperilaku impulsif,” pungkas Wawan.
Comments