Idola perempuan di industri K-pop secara stereotipikal diberi dua pilihan ‘wajah’, menjadi imut-imut atau girl crush, umumnya dideskripsikan sebagai perempuan jagoan. Menolak dikotakkan dalam dua spektrum itu saja, grup idola perempuan Red Velvet menunjukkan mereka bisa mencitrakan berbagai ‘wajah’, dari yang imut dan ceria, perempuan muda karismatik, hingga yang eksentrik dan eksperimental.
Keragaman pencitraan itu bukan hal yang baru. Sejak debut pada 2014 Red Velvet sudah menetapkan dari segi visual maupun musik mereka bisa mengemban berbagai citra. Sisi Red mereka menampilkan perempuan yang upbeat, ceria, dan identik lagu pop catchy. Sementara Velvet menampilkan sisi elegan, ‘dewasa’, gelap, dan condong pada genre RnB. Red Velvet--yang terdiri dari Irene, Seulgi, Wendy, Joy, dan Yeri--juga bisa mencampurkan dua konsep tersebut. Mereka menunjukkan sisi yang ceria, tetapi juga misterius sekaligus karismatik.
Semua grup idola perempuan bebas mengemban konsep atau tema yang berbeda-beda. Namun, beberapa grup memiliki nuansa yang sangat kental dengan citra mereka, seperti MAMAMOO yang dikenal sebagai perempuan muda percaya diri. BLACKPINK, perempuan garang generasi ketiga Idola K-Pop. Formis9, grup idola yang imut dan ceria. Sementara, Red Velvet sulit untuk menunjuk satu citra saja, mereka kerap tampil unik dan tidak bisa dibatasi.
Meskipun begitu, mengemban dua konsep tersebut tidak menjadi satu hal yang harus ditabukan. Red Velvet bisa semakin mengokohkan posisi mereka di industri dengan lagu andalan konsep Red mereka, “Red Flavor” yang menjadi musik musim panas di Korea Selatan. Lagu tersebut menduduki peringkat kedua dalam daftar 100 lagu K-Pop terbaik era 2010-an setelah “Good Day” dari musisi IU di Billboard.
Grup idola di bawah naungan SM Entertainment itu juga menunjukan sisi ‘eksentrik’ mereka dengan dengan “Zimzalabim”. Lagu dengan genre electropop itu memberikan tema taman bermain yang menyenangkan sekaligus ada kesan ‘menakutkan’ atau sinister di sana. Sementara itu, “Bad Boy” yang masuk dalam kategori girl crush juga semakin meroketkan nama Red Velvet di ranah global. Dalam “Bad Boy”, Red Velvet menunjukkan sisi perempuan ‘garang’ yang classy dan mengambil kendali.
Baca juga: Refund Sisters: Grup Idola K-Pop ‘Badass’ Lintas Generasi
Ratu Mistisnya K-Pop
Red Velvet juga menunjukkan mereka adalah ratu mistis atau Suzzanna-nya K-pop. Label tersebut dilekatkan ketika lagu “Peek-A-Boo” rilis 2017 lalu. Dalam video musiknya, kelima perempuan muda itu adalah anggota sekte berbahaya yang mengincar laki-laki untuk ditumbalkan. Karenanya, mereka disebut ‘penyihirnya’ K-pop. Tidak jarang juga penggemar menginterpretasikan “Peek-A-Boo” dengan makhluk mistis lainnya seperti vampir.
“Peek-A-Boo” yang mirip dengan konsep film slasher AS dengan suasana menegangkan terus berkembang. Red Velvet kemudian merilis “Really Bad Boy” sebuah lagu dance pop yang fokus pada visualisasi film horor tahun 80-an dengan suasana Halloween dan kemunculan werewolf atau serigala jadi-jadian.
Konsep horor tersebut juga ikut berkembang bersama mereka seiring bertambah dewasanya grup ini . Lagu hits mereka “Psycho” menunjukkan sisi perempuan muda elegan, tapi tetap sedikit mistis dengan tampilan gotik. Bahkan dalam konsep fotonya, mereka tampak sebagai ‘pemuja’ setan, terlebih lagi dengan tampilan baju pengantin putih beserta kerudungnya.
Tentang konsep mereka yang sering memiliki sentuhan ‘menakutkan’, Red Velvet mengatakan ingin melakukan berbagai konsep dan penampilan yang karismatik.
“Saya merasa akan menarik jika mencoba melakukan apa yang dilakukan grup laki-laki yang terkesan ‘kuat’ dan agak serampangan,” ujar Joy dikutip dari Dazed.
Baca juga: Mengenal Adora, Perempuan Kunci di Balik Kesuksesan BTS
Gaet Penggemar Perempuan
Sama halnya dengan MAMAMOO dan BLACKPINK, Red Velvet juga mayoritas digandrungi perempuan. Dikutip dari media Womany, sebuah survei atas penggemar grup idola perempuan pada 2019 menunjukkan 84 persen penggemar Red Velvet adalah perempuan. Konser pertamanya di Korea Selatan, Red Room 2017 lalu, juga dihadiri mayoritas perempuan.
Billboard menggadang-gadang salah satu alasan sebuah grup idola perempuan digemari sesama perempuan karena mengusung tema girl crush. Konsep tersebut tidak sekadar menampilkan visual yang garang, tetapi mengusung rasa percaya diri perempuan. Penampilan para girl crush ini juga disebut menunjukkan hasrat ingin menjadi atau memiliki dalam diri perempuan.
Meskipun begitu, jika menjadikan konsep girl crush sebagai satu-satunya parameter alasan perempuan menggemari mereka, maka Red Velvet menjadi anomali. Kelima perempuan muda tersebut menunjukkan idola perempuan memiliki sisi versatile, unik dan quirky, seperti seniornya f(x).
Dilansir OC Weekly, tentang popularitas di kalangan perempuan, Joy mengatakan Red Velvet memiliki berbagai lagu tentang rasa percaya diri dan keberanian menjadi diri sendiri.
“Jadi saya berpikir, pesan untuk memberdayakan itu yang menarik bagi penggemar perempuan. Tapi, Red Velvet juga dikenal dengan sisi ceria dan energi bahagia. Jadi itu juga menjadi daya tarik universal untuk penggemar perempuan dan laki-laki,” ujarnya.
Sementara itu, dalam wawancaranya dengan Dazed, Red Velvet juga mengetahui mereka menjadi panutan untuk penggemar perempuan. Wendy mengatakan, ia sangat berterima kasih sekaligus merasakan ada tekanan oleh hal itu. Karenanya, ia berusaha untuk bekerja keras menjadi yang terbaik.
“Kami memikirkan tentang apa yang diinginkan oleh penggemar dan apa yang bisa kami lakukan sebagai panutan yang baik. Maka dari itu, saya selalu berusaha untuk menunjukkan rasa percaya diri atas apa yang saya lakukan di atas maupun luar panggung dan akan terus melanjutkannya di masa depan,” Seulgi menambahkan.
Baca juga: 6 Lagu Perempuan Idola K-Pop yang Menguatkan Sesama Perempuan
Kekuatan Penggemar Perempuan
Dalam industri K-pop, selain relasi yang erat antara fans dan idola, keberadaan penggemar perempuan juga disebut sebagai salah satu kunci sukses karier idola. Hal tersebut karena loyalitas dan daya beli mereka yang tinggi. Bahasan tentang penggemar perempuan juga kompleks karena selalu dilekatkan pada stigma perempuan obsesif dan histeris.
Namun dalam skema hubungan idola dan penggemar, dalam artikel South China Morning Post dikatakan, penggemar perempuan mampu membawa kesuksesan dan bisa membangkitkan animo atau mobilisasi publik agar girl group semakin dilirik.
Dikutip dari situs kanal televisi SBS, mantan Visual and Art Director SM Entertainment, Min Hee Jin mengatakan, grup idola perempuan selalu dimaksudkan untuk perempuan. Ia juga yang mendalangi konsep visual Red Velvet sejak debut hingga album Perfect Velvet (2017).
“Target utama kami bukan laki-laki remaja, usia 20-an atau 30-an. Fans laki-laki akan mengikuti apa pun yang terjadi. Secara keseluruhan, target utama kami [SM] adalah perempuan remaja dan usia 20-an. Untuk mendapat perhatian mereka, kami memberikan grup idola perempuan citra yang percaya diri dan modern,” ujarnya.
Meskipun begitu, situasi tentu selalu lebih kompleks untuk idola perempuan. Ketika grup idola laki-laki yang juga basis penggemarnya mayoritas perempuan bisa hidup lama, hal yang serupa kadang tidak berlaku untuk perempuan. Masih sering ada ketimpangan untuk perempuan bertahan di industri menghadapi ageism. Tidak jarang mereka harus banting setir dari idola menjadi musisi solo atau aktris untuk tetap bertahan.
Rentang kejayaan idola perempuan yang lebih pendek tersebut juga kadang dikaitkan dengan istilah kutukan tujuh tahun yang menyebutkan, di usia ketujuh grup idola perempuan akan bubar seperti 4Minute, Miss A, atau 2NE1. Namun, tidak bisa dimungkiri ada juga yang lolos dari kutukan itu seperti APink dan Girls’ Generation.
Untuk Red Velvet sendiri, mereka baru saja memasuki usia ketujuh awal Agustus lalu. Dengan kekuatan penggemar perempuan yang menguasai ranah fandom mereka, kelima perempuan itu bisa mengalahkan kutukan tujuh tahun. Sayangnya, karena ada ketimpangan dalam industri, mereka harus terus berevolusi untuk tetap relevan di publik. Maka tidak heran juga mereka memiliki ‘wajah’ yang beragam.
Melihat situasi itu, cocok untuk mengutip pernyataan Taylor Swift dalam film dokumenternya Miss Americana, “Seniman perempuan yang saya kenal harus ‘mengubah dirinya’ lebih 20 kali lebih banyak daripada seniman laki-laki. Jika tidak kamu tidak akan dapat pekerjaan.”
Feminisme dan Idola yang Dilarang Beropini
Dalam perjalanan kariernya, Red Velvet juga telah mencicipi buah kesuksesan. Lagu ‘Psycho” dan “Power Up” yang menunjukkan identitas musik beragam Red Velvet sempat menjadi lagu paling sukses atau roof-hit di tangga musiknya Korea Selatan, Melon. Album The ReVe Festival (2019) dan Summer Magic (2018) menduduki peringkat satu Worldwide iTunes Album Chart. Selain itu, pada 2018 mereka juga menerima penghargaan Digital Bonsang atau bentuk penghargaan utama musik digital untuk Red Flavor dalam perhelatan Golden Disc Awards (2018).
Namun, di balik kesuksesan itu ada juga perjalanan naik turun Red Velvet. CNN Indonesia mewartakan, pada masa awal debut, mereka disebut ‘proyek gagal’ SM Entertainment karena belum matang atau lahir terlalu prematur untuk sebuah grup idola. Belum lagi ketika Irene disebut debut terlalu tua karena berusia 23 tahun. Selain itu, Yeri, maknae-nya Red Velvet, disebut merusak dinamika anggota Red Velvet ketika menjadi anggota baru pada 2015.
Tantangan saat awal debut terus berlanjut sampai ke tengah usia karier yang belum cukup satu dekade. Anti-feminis di Korea Selatan mengecam Irene karena membaca buku Kim Ji-Young Born 1982 dan Joy yang mengenakan kaos We All Should Be Feminist. Mereka disebut mampu menurunkan pamor grup.
Sebagai seorang idola, mereka tidak bisa secara terang-terangan menunjukkan tanggapan tentang isu yang terkait dengannya. Semua harus melalui izin dan tindak lanjut agensi. Selain itu, idola tidak boleh menunjukkan sikap politik karena karier mereka ada di tangan publik. Tidak hanya itu, idola dianggap tidak memiliki ‘keahlian’ atau kualifikasi untuk berbicara tentang isu sosial politik. Terlebih lagi jika bicara soal isu kesetaraan gender dan feminisme yang masih ditabukan di Korea Selatan. Hal itu senada dengan tanggapan Kim Suk-young, akademisi dari University of California.
“Idola K-pop seperti bangsawan Inggris. Mereka tidak bisa mengutarakan isu politik karena terlalu bahaya,” ujarnya dikutip dari Billboard.
Melihat pertimbangan tersebut, sangat sulit bagi idola untuk menyatakan pendapat, terlebih perempuan. Sulli, mantan grup idola f(x) yang berani bersuara mengalami perundungan, akhirnya meninggal bunuh diri pada 2019. Yeeun, mantan anggota grup idola Wonder Girls, juga sempat dikritik saat mengumumkan dirinya sebagai seorang feminis setelah membaca buku Kim Ji-Young Born 1982.
Berbeda dengan di negara Barat, idola berada di situasi yang rumit untuk menjadi feminis atau menunjukkan posisi secara terang-terangan. Meskipun begitu, dengan adanya Irene yang telah membaca buku feminis ‘tabu’, Yeri yang tumbuh menjadi perempuan muda percaya diri tanpa mempedulikan pembencinya, Red Velvet sudah menunjukkan agensi mereka sebagai perempuan di situasi mencekik.
Comments