Hampir seminggu terakhir, pedangdut Saipul Jamil kembali melambung di layar kaca setelah masa tahanannya atas kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, berakhir pada (2/9).
Tak cukup disambut kerabat dengan pengalungan bunga dan naik Porsche merah, Saipul turut diundang ke beberapa acara televisi, seperti Kopi Viral di Trans TV, D’Cafe dan BTS di Trans 7. Ia juga sempat menjadi bintang tamu di kanal YouTube milik Gilang Dirga yang kontennya kini sudah lenyap.
Sambutan terhadap Saipul yang sangat meriah tampak saat studio Kopi Viral dihias seramai mungkin dengan balon, karangan bunga. Mereka juga mengundang Ustaz Maulana dan Saipul pun didoakan secara on air di variety show tersebut.
Sementara di D’Cafe, ia mengenakan pakaian narapidana dan berpose dengan bangga bak memenangkan emas di ajang kejuaraan. Dari sini, terlihat Saipul menikmati perhatian masyarakat setelah terkungkung selama lima tahun di balik jeruji besi.
Aktris Kiky Saputri lewat akun Twitternya mengatakan, episode Saipul di BTS tidak jadi ditayangkan karena beberapa pihak talent keberatan. Berdasarkan foto yang beredar saat tapping program tersebut, Saipul berperan sebagai sipir.
Tidak hanya itu, wajah Saipul juga terus terpampang di berbagai program infotainment. Bahkan, ada tayangan yang menampilkan wawancara dengan dirinya terkait kebebasan yang kini kembali Saipul miliki, dan kegiatan yang dilakukan setelah mengakhiri status sebagai narapidana.
Salah satu hal yang bikin saya makin gemas—mungkin juga beberapa penonton lainnya—adalah ketika Saipul menanggapi komentar negatif masyarakat di Insert akhir pekan lalu. Dari caranya menjawab, ia memosisikan diri seperti sosok yang dizalimi dan tidak ingin melarang masyarakat berkomentar apa pun.
Baca Juga: Reynhard Sinaga dan Pemerkosaan terhadap Laki-laki
Stasiun TV Tak Sensitif, Picu Petisi dan Aksi Boikot
Perilaku stasiun televisi yang menayangkan program-program ini seolah membenarkan tindakan kriminal dan dengan mudah memaafkannya. Hal ini menimbulkan reaksi negatif dari sebagian masyarakat.
Penayangan pelaku kekerasan seksual itu di televisi, memunculkan petisi di platform change.org berjudul “Boikot Saipul Jamil Mantan Narapidana Pedofilia, Tampil di Televisi Nasional dan Youtube.” Hingga artikel ini ditulis, lebih dari 470 ribu orang telah menandatanganinya.
Sementara, sederet public figure turut mengambil langkah agar televisi berhenti mengundang Saipul sebagai bintang tamu dan bersikap menghormati korban. Di antaranya adalah sutradara Angga Sasongko yang mencabut kesepakatan distribusi Nussa dan Keluarga Cemara, dan Ernest Prakasa yang mengatakan matinya nurani stasiun televisi, lantaran memperlakukan mantan napi sebagai pahlawan. Aktor dan komedian Arie Kriting pun tidak mengizinkan karyanya digunakan oleh media yang memberikan ruang bagi pedofil dan pelaku kekerasan seksual. Sementara, komedian Soleh Solihun yang menyindir Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terkait glorifikasi narapidana kasus kekerasan.
Baca Juga: Membantah 'Slippery Slope' LGBT ke Pedofilia
Mempertanyakan Sikap KPI Pusat
Sebagai lembaga perlindungan penyiaran, KPI Pusat memiliki wewenang mengawasi pelaksanaan penyiaran sesuai dengan standar program yang ditetapkan. Namun, tak bisa dimungkiri, berkali-kali kita dikecewakan oleh KPI Pusat dengan caranya bertanggung jawab terhadap tayangan.
Menyikapi penayangan Saipul di televisi, awalnya warganet pasrah terhadap lembaga ini, mengingat hobinya menyensor anggota tubuh kartun yang dianggap tidak senonoh, saat kekerasan seksual justru terjadi pada karyawannya.
Hal ini diperparah dengan pernyataan Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah terdahulu. Dilansir Suara.com, ia menyatakan bahwa tidak ada pelarangan bagi Saipul untuk tampil di televisi, asalkan muatan kontennya memenuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SS).
Ia tidak mempermasalahkan Saipul tampil di televisi selama tidak menginspirasi masyarakat untuk melakukan tindakan asusila. Ia berkata, KPI Pusat melihat isi konten tanpa mempertimbangkan latar belakang public figure.
Kita patut menyayangkan pernyataan tersebut, lantaran masyarakat tidak akan teredukasi apabila materi dan pembuat acara tidak memiliki kemampuan untuk mengedukasi.
Beberapa waktu setelah pernyataan itu dibuat, pada Senin (6/9), KPI Pusat baru menyampaikan pernyataan resmi di lamannya agar lembaga penyiaran televisi berhenti mengglorifikasi dan membesar-besarkan pembebasan Saipul, lewat program yang ditayangkan.
Dalam pernyataan tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo meminta, lembaga penyiaran berhati-hati dalam menayangkan konten yang memuat perilaku berlawanan dengan hukum, adab, dan norma, termasuk perilaku public figure.
Menurut Mulyo, sensitivitas dan etika kepatutan publik yang kurang diperhatikan berpotensi menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa sanksi hukum yang dijalani Saipul adalah risiko biasa.
Sudah sepantasnya lembaga penyiaran maupun media massa lainnya mengutamakan informasi yang mengedukasi publik. Toh selama ini justru warganet yang menjalankan peran sebagai pemberi teguran atas kesalahan dalam penayangan dan publikasi konten. Pun frekuensi itu milik publik, sehingga kenyamanan, kepentingan, dan kesejahteraan publik perlu dipertimbangkan lewat program yang ditayangkan.
Baca Juga: Apa Pun Alasannya, Grooming adalah Kekerasan Seksual
Permintaan Maaf Sebagai Solusi
Secara tidak langsung, keputusan untuk mengundang Saipul memberikan pemahaman bagi para pelaku maupun calon pelaku kekerasan seksual lainnya bahwa perilaku kejahatan seksual dapat dengan mudah dimaafkan. Hal ini membuat sebagian warganet kecewa hingga melakukan aksi lebih jauh, yakni menyusun daftar brand yang mengiklankan produknya di TransTV, dan berniat menyampaikan agar menghentikan kerja sama. Tindakan ini tidak mengherankan terjadi mengingat cancel culture juga sudah diterapkan oleh beberapa public figure yang tidak mengizinkan kontennya ditayangkan.
Melihat serangan warganet tak kunjung berhenti, TransTV mengambil langkah alternatif dengan menyampaikan permintaan maaf lewat Instagram karena mengundang Saipul Jamil di program Kopi Viral pada (3/9).
Dalam unggahannya disebutkan, mereka telah menerima kritik dan saran, serta menjadikan peristiwa tersebut sebagai perhatian khusus dan bahan evaluasi menyeluruh.
Namun, ucapan tersebut tampaknya hanya bentuk formalitas. Pasalnya, sejak awal mereka jelas mementingkan rating tanpa memperhatikan kualitas konten yang ditampilkan, serta mengabaikan perasaan dan trauma yang dialami korban. Selain itu, mungkin saja permintaan maaf dilakukan lantaran TransTV tidak siap kehilangan pundi-pundi rupiah.
Dari perilaku ini, tampaknya TransTV—mungkin juga stasiun televisi lainnya, memiliki strategi dalam memproduksi konten, yakni memilih yang mendongkrak rating, berpotensi viral di media sosial, dan menggunakan kata maaf sebagai solusi.
Meskipun keputusan KPI Pusat dan TransTV terlihat seperti hasil tuntutan warganet, setidaknya ini langkah tepat untuk mengutamakan perasaan korban dan memulihkan trauma. Di samping itu, upaya warganet juga dilakukan untuk menunjukkan bahwa pelaku kekerasan seksual tidak pantas mendapatkan sorotan publik.
Comments