Sudah bukan rahasia jika bidang IT atau teknologi informasi saat ini masih didominasi oleh laki-laki. Oleh masyarakat, hanya lelaki yang andal, sehingga jika ada perempuan eksis di dalamnya, dianggap sebagai anomali. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana Silicon Valley, kiblat dunia dalam bidang teknologi masih lebih banyak mempekerjakan laki-laki ketimbang perempuan.
The Guardian memaparkan, di 2017 saja perusahaan teknologi raksasa Google hanya memiliki sekitar 20 persen computer engineering perempuan. Di tahun yang sama, software engineer Google James Damor sempat menghebohkan publik karena memo anti-keragaman yang ia buat.
Dalam memo tersebut, Damor berpendapat ada ketimpangan gender di bidang teknologi yang bukan berakar dari bias gender, tapi secara khusus merujuk kepada perbedaan biologis antara jenis kelamin di mana perempuan dilihat tak kompeten.
Penjelasan dari Damar ini tentu sangat buta gender, namun tidak bisa dimungkiri pandangannya jamak di tengah publik. Sedari dulu kita sudah dicekoki dengan ide bahwa komputer adalah “mainan” bagi anak laki-laki. Film, iklan, hingga media membantu memperkuat pandangan ini.
Sosok “hacker’ saja selalu diasosiasikan dengan laki-laki, sehingga jika di film terdapat “hacker” perempuan, karakter mereka akan langsung dicap badasss atau keren. Belum lagi narasi besar tentang kesuksesan bidang IT tidak jauh-jauh dari figur laki-laki seperti Steves Jobs dan Bill Gates.
Walau narasi besar tentang IT selalu lekat dengan laki-laki, pada kenyataannya banyak pionir komputasi atau orang yang memprogram komputer digital pertama adalah perempuan. Namun, sayangnya peran perempuan dalam sejarah teknologi telah terabaikan.
Baca Juga: Keterasingan Perempuan dalam Transformasi Digital
Computer Girls: Pionir Bidang IT
Sejarawan Nathan Ensmenger mengungkapkan dalam kuliah umumnya yang dirangkum dalam website Stanford The Clayman Institute for Gender Research, bahwa hingga akhir 1960-an banyak orang menganggap pemrograman komputer sebagai pilihan karier alami bagi perempuan muda yang cerdas.
Majalah Cosmopolitan pada April 1967 bahkan membuat artikel khusus berjudul The Computer Girls dengan menggambarkan bagaimana bidang pemograman komputer menawarkan peluang kerja yang lebih baik bagi perempuan daripada banyak karir profesional lainnya. Mereka pun secara persuasif mengajak para pembaca perempuannya yang modis untuk mempertimbangkan karier ini.
Sejak peluncuran komputer digital pertama ENIAC (komputer digital yang diprogram khusus untuk menghitung tabel penembakan artileri untuk Laboratorium Penelitian Balistik Angkatan Darat Amerika Serikat), perempuan memang telah berperan penting dalam perkembangan teknologi. Sejarawan Walter Isaacson dalam wawancaranya dengan NPR menjelaskan bagaimana laki-laki hanya tertarik membangun mesin ENIAC. Sebaliknya, tugas melelahkan untuk membuat program semuanya diberikan kepada para perempuan ahli matematika andal.
Perempuan hebat ini adalah Jean Jennings Bartik, Betty Snyder Holberton, Frances Bilas Spence, Marlyn Wesscoff Meltzer, Ruth Teitelbaum, dan Kathleen Mauchly Antonelli atau yang kemudian dijuluki ENIAC Girls. Dilansir History, sebelum ENIAC pertama kali didemonstrasikan ke publik keenam perempuan ini berhasil membuat aplikasi perangkat lunak pertama dan mesin sortir pertama.
Dalam hal ini, Jean Jennings Bartik memimpin pengembangan penyimpanan dan memori komputer dan Frances Elizabeth Holberton, yang akan membuat aplikasi perangkat lunak pertama. Bersama dengan Frances Bilas Spence, Marlyn Wescoff Meltzer, Kathleen McNulty Mauchly Antonelli, dan Ruth Lichterman Teitelbaum, mereka meletakkan dasar bagi pemrogram dan insinyur perangkat lunak masa depan.
Ketika perang usai, ENIAC Girls bekerja dengan UNIVAC, salah satu komputer komersial pertama. Di sana mereka bertemu dengan Grace Hopper, profesor matematika yang bergabung dengan Cadangan Angkatan Laut selama perang.
Tidak kalah dengan ENIAC Girls, Hopper juga memiliki peran penting dalam perkembangan ilmu komputer saat ini. Walter Isaacson, professor sejarah Amerika di Tulane, penulis, dan juga jurnalis dalam wawancaranya bersama NPR menjelaskan, ketika Hopper sedang mencari cara untuk mempermudah memprogram komputer dengan instruksi, ia menemukan metode pemrograman komputer dengan kata-kata, bukan angka. Pada 1959, ia menciptakan bahasa pemrograman yang pada dasarnya memungkinkan operator untuk memberikan perintah komputer dalam bahasa Inggris yang kemudian disebut COBOL.
Baca Juga: Jumlah Perempuan yang Lebih Sedikit di Bidang Teknologi, Apa yang Menyebabkannya?
Apa yang ditemukan Hopper ini sungguh revolusioner, hal ini karena bahkan sampai saat ini COBOL masih banyak digunakan di hampir semua transaksi bisnis dalam bank. Setiap kali kita menggesek kartu kredit atau menjual keamanan investasi, COBOL terlibat.
Bahasa pemrograman yang ditemukan Hopper inilah yang memungkinkan kita memberikan instruksi dengan bahasa inggris yang bisa kita gunakan sehari-hari. Ini membuat pemrograman lebih penting daripada perangkat keras, karena kita bisa menggunakannya di perangkat keras apa pun.
Perempuan Terpinggirkan dalam Bidang IT
Kendati perempuan telah menanamkan fondasi kuat dalam ilmu komputer, sayangnya eksistensi mereka dalam bidang ini semakin terpinggirkan dalam sejarah.
Jess Romeo, penulis saintek dalam artikel Daily Jstor mengungkapkan, sejak pertengahan 1960-an, pemrograman diakui sebagai hal yang berat secara intelektual, dan gajinya meningkat secara signifikan. Karena hal ini banyak laki-laki akhirnya tertarik pada pekerjaan ini berusaha meningkatkan prestise mereka. Mengutip pernyataan dari sejarawan Nathan Ensmenger, dalam usahanya “mengambil alih” pekerjaan ini laki-laki pun membentuk organisasi profesional, mencari persyaratan yang lebih ketat untuk memasuki pekerjaannya, dan melarang mempekerjakan perempuan.
Perusahaan yang posisi manajerialnya didominasi laki-laki pun menerapkan peraturan “mainnya” sendiri. Tujuannya satu, mereka ingin membuat pekerjaan ini bersifat elitis dan eksklusif untuk para laki-laki. Dalam hal ini pun, mereka mulai memperkenalkan gagasan tentang bagaimana pemrograman bukanlah pekerjaan yang cocok untuk perempuan dan lebih merupakan kegiatan maskulin seperti bermain catur.
Ensmenger kemudian lebih lanjut dijelaskan dalam bukunya The Computer Boys Take Over: Computers, Programmers, and the Politics of Technical Expertise (2010), usaha laki-laki dalam menyingkirkan perempuan pun termanifestasikan dalam kampanye iklan. Kampanye iklan ini mengkritik perempuan sebagai penggosip, membuang-buang waktu, dan rawan kesalahan. Satu tagline untuk Optical Scanning Corporation Ran misalnya mengungkapkan secara jelas bagaimana perempuan distigma dan sengaja dipinggirkan dalam pekerjaan yang sebelumnya dikuasai oleh mereka.
"Apa yang memiliki enam belas kaki, delapan lidah bergoyang-goyang dan menghabiskan setidaknya US$40.000 setahun? Tim Anda yang terdiri dari 8 programmer perempuan, itulah yang terjadi”
Dari sinilah kemudian, para manajer di perusahaan yang bergerak dibidang IT mulai memberikan tes bakat dan profil kepribadian yang bias terhadap laki-laki. Hal ini misalnya salah satu kunci dari tes kepribadian ini adalah programmer terbaik harus seorang yang antisosial, dan itu adalah sifat laki-laki.
Cara tentang bagaimana laki-laki secara sistemik berusaha menyingkirkan perempuan dan menghapus peran besar mereka dalam bidang IT inilah yang kemudian mengantarkan kita apa yang disebut mentrification. Sebuah fenomena sosial yang menggarisbawahi proses pengambilan paksa sejarah partisipasi dan prestasi perempuan dan melekatkannya pada simbol phallus (kelamin laki-laki).
Baca Juga: ‘Femme in STEM’ Ingin Patahkan Diskriminasi, Stereotip Gender dalam STEM
Steven Henn, penyair dan editor Amerika dalam artikelnya di NPR menjelaskan hal inilah yang terjadi pada perempuan dan bidang IT. Pada akhir 1960-an, pekerjaan sebagai programmer dan apapun yang berhubungan dengan IT telah berubah menjadi serangkaian stereotip maskulin. Dalam prosesnya sampai pada era komputer pribadi akhir 1980-an, istilah Computer Girls digantikan dengan Computer Geek.
Computer Geek yang menekankan pada penggambaran bahwa programmer adalah hal yang keren dan hanya bisa dilakukan oleh laki-laki. Dibantu dengan munculnya Steve Jobs dan Bill Gates dan film-film seperti Weird Science (1985), War Games (1983), dan Real Genius (1999), stereotip ini menjadi langgeng hingga sekarang.
Henn pun menegaskan pada akhirnya, gagasan bahwa komputer adalah untuk anak laki-laki menjadi sebuah narasi. Narasi ini menjadi sebuah cerita yang laki-laki ceritakan kepada diri mereka sendiri. Sebuah narasi yang membingkai proses revolusi komputasi yang pada prosesnya membantu masyarakat mengidentifikasi bahwa laki-laki adalah di balik segalanya dan akhirnya menciptakan budaya maskulin.
Comments