Selama delapan minggu sejak Juli 2019, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) bersama Magdalene, Konde.co, dan Jurnal Perempuan, mengadakan pelatihan menulis untuk narapidana perempuan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pondok Bambu, Jakarta. Tujuannya adalah memberikan pengetahuan dasar tentang menulis serta memberikan ruang bagi para napi tersebut untuk menyuarakan isi hati dan perasaan mereka. Ada tujuh orang yang mengikuti pelatihan sampai selesai, dan hasil-hasil tulisan mereka akan dimuat secara berseri di tiga media tersebut mulai hari ini, bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Dunia. Salah satu nama penulis telah disamarkan untuk privasi dan keamanan.
Menurut data tahun 2004, Indonesia memiliki luas wilayah 1.811.831 meter persegi dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa. Selama lebih dari 30 tahun aku bebas menjelajah area seluas hampir 2 juta meter persegi itu dan bertemu dengan ratusan ribu manusia.
Namun kini aku tinggal di tempat seluas kurang lebih 1.200 meter persegi yang bisa dikelilingi dengan jalan kaki selama 10 menit saja, dengan jumlah penduduk kurang dari 500 jiwa. Bisa dibayangkan perbandingannya bukan? Hal ini pada awalnya membuatku merasa tertekan dengan keadaan ini.
Tetapi sebelum sampai di tempat ini, aku juga sempat singgah di tempat berukuran 100 meter persegi selama empat bulan. Di masa ini aku mengalami tekanan terberat, hingga memutuskan untuk mengganti teh panas dengan detergen cair untuk sarapan, dengan harapan supaya lekas bertemu dengan Tuhan. Tetapi rupanya Tuhan belum mau aku pulang dan bertemu dengan-Nya. Aku sehat sampai dengan saat ini.
Kemudian dari tempat 100 meter persegi itu, aku dipindah ke tempat yang berukuran sama dengan tempatku saat ini. Mereka menyebutnya Rumah Tahanan. Tujuh bulan aku hidup di tempat itu dengan harapan dan keyakinan akan segera bisa kembali menjelajah area seluas 2 juta meter persegi dengan bebasnya. Tetapi lagi-lagi Tuhan berkata lain, “Maumu bukan jalan-Ku”.
Baca juga: Sutradara Dokumenter Soroti Napi Perempuan yang Hamil dan Melahirkan di Penjara
Tanggal 14 Februari 2018, di saat manusia di dunia merayakan Hari Kasih Sayang, Tuhan menunjukkan betapa besarnya rasa sayang-Nya kepadaku. Aku diberikan waktu selama 8 tahun 6 bulan untuk belajar menjadi yang lebih baik. Saat itu rasa kecewa lebih besar daripada rasa syukur. Tapi aku sudah tidak mau lagi buang-buang detergen cair seperti dulu. Di tengah rasa kecewa, tanggal 1 Maret 2018 aku pindah ke dunia 1.200 meter persegi ini.
Di tempat ini, setelah melalui beberapa fase atau proses penyesuaian diri, aku sadar bahwa duniaku saat ini, yang dapat ditempuh dengan hanya 10 menit berjalan kaki ini, tidak kalah menarik dengan dunia lamaku yang 2 juta meter di luar sana.
Bayangkan, aku bisa beribadah satu hari dua kali. Sedangkan di luar, aku hanya beribadah satu minggu sekali. Itu juga kalau ingat atau tidak malas. Aku juga bisa melepaskan ketergantungan dari telepon seluler. Aku bisa menghargai nominal terkecil pecahan rupiah. Aku bertemu dengan berbagai macam karakter manusia di dalam 500 jiwa tanpa harus lelah berkeliling 2 juta M di luar sana. Dan di tempat ini aku juga belajar banyak sekali hal baik dari orang yang mungkin di luar sana dianggap tidak baik.
Kalau kalian tahu kisah tentang Nabi Nuh dan bahteranya, maka aku menggambarkan diriku sedang dalam bahtera dan sedang menanti burung merpati datang membawa daun zaitun segar yang menandakan bahwa daratan sudah dekat. Dan sambil menanti burung merpatiku datang, aku berusaha terus memperbaiki diri dengan pembinaan para pembina di tempat ini.
Tunggu aku datang kembali ya 2 juta meter persegi!
Artikel ini merupakan hasil dari #Surat (Suara dari Balik Sekat), inisiatif kolektif dari Jurnal Perempuan, Konde.co, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), dan Magdalene.co untuk memberi pelatihan menulis dasar dan menyediakan sarana menulis bagi narapidana perempuan. #Surat yang ditampilkan telah mendapatkan persetujuan dari penulis.
Comments