Belum lama ini, publik kembali dihebohkan oleh tingkah Sunny Dahye, influencer asal Korea Selatan yang lama tinggal di Indonesia. Ia disebut-sebut hanya memanfaatkan orang Indonesia untuk mengerek views video YouTube-nya saja.
Kabar tersebut ‘menyulut’ semangat julid publik ketika Sunny juga dirumorkan menjelekkan ekonomi dan daya beli orang Indonesia. Perkara semakin meluas ketika ilustrator dari Jepang mendadak mengaku tidak ingin lagi bekerja dengan perempuan itu.
Heboh tentang Sunny yang kali pertama diangkat oleh akun Instagram misterius, sunnyisaliar2 dan whistleblower-nya, seorang akun bercentang biru yang namanya dirahasiakan. Sebagian mengaitkannya dengan sikap terlalu bangga seiring menjamurnya konten video reaksi dari kanal YouTubers asing.
Baca juga: Zara dan Keributan Warganet yang Tak Perlu
Kenapa Bisa Muncul Orang Indonesia “Overproud”?
Sikap overproud Indonesia memang menjadi ladang ‘cuan’ bagi influencers atau YouTubers yang tahu lapaknya pasti ramai ketika menyebut Indonesia. Maka, tidak heran jika belakangan banyak orang asing, seperti dari Korea Selatan yang membuat konten-konten tentang reaksi orang-orang Indonesia.
Sunny sendiri sebenarnya bukan YouTubers yang membangun kariernya dengan video reaksi, melainkan dari konten tentang fesyen dan kecantikan. Terlebih lagi latar belakangnya yang tinggal lama di Bali, lalu kuliah di Yogyakarta, membuatnya sangat paham dengan keinginan pasar Indonesia terkait hal itu. Belakangan, dia baru membuat video reaksi lewat kanal Sunny dan Chris untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke teman-teman Korea-nya.
Narasi tentang orang Indonesia yang gampang berbangga memang bukan hal yang baru, bahkan sudah sering menjadi bahan omongan. Jika melipir ke video YouTube dari orang asing yang ada sangkut pautnya dengan Indonesia, pasti ada saja orang Indonesia yang berbangga hati di komentar. Sejatinya, itu tidak salah, sayangnya menjadi overproud sering dilekatkan dengan label ‘norak’ karena seperti burung beo yang bicara berulang kali. Jika satu komentar menyebut “Yes that’s my country Indonesia,” di bawahnya juga ada banyak replika komentar.
Orang Indonesia yang cenderung suka bergembira dengan video reaksi tersebut juga tidak bisa disalahkan. Kita adalah bangsa kurang representasi di dunia global. Tetangga yang lain, seperti Thailand, Vietnam, atau Singapura jauh lebih tenar. Maka dari itu, tidak heran juga ada orang yang sering marah-marah ketika orang asing menganggap Bali dan Indonesia itu berbeda. Yah, faktor itu juga bisa didorong dengan ilmu geografi dan sosial yang sangat minim. Untuk menambahkan juga, ketika ada sorotan sedikit saja tentang Indonesia, saking girangnya, ada orang yang membuat video kompilasi “Film yang menyebut Indonesia” lalu diunggah di dunia maya.
Baca juga: Tara Basro, Inul, dan Alergi Terhadap Tubuh Perempuan
Video Reaksi Jadi Genre Tersendiri
Video reaksi juga memberikan kita gambaran tentang apa sih yang dipikirkan orang asing, terutama tentang budaya Indonesia yang kaya tapi jarang disorot ini. Kita bisa mengambil contoh dari sesama YouTubers konten Indonesia yang tinggal di Korea Selatan, Kimbab Family. Mama Gina, ibu dari keluarga beranggotakan lima orang itu, adalah seorang berkebangsaan Indonesia lalu menikah dengan laki-laki Korea Selatan. Awalnya mereka tinggal di Bandung, kemudian sama-sama pindah ke Korea. Sejak saat itu, konten video Kimbab Family juga memuat tanggapan mertua hingga teman mengenai makanan Indonesia yang tidak melulu nasi atau mie goreng. Mama Gina dan keluarganya menjadi semacam medium menyenangkan untuk membuktikan bahwa budaya, makanan, dan konten hiburan kita sebenarnya berlimpah ruah.
Terlepas dari kita yang kepo dengan reaksi orang lain terhadap budaya kita, video reaksi juga memiliki daya pikatnya sendiri. Video tersebut sudah menjadi genre tersendiri di YouTube dan semua orang melakukannya, mulai dari reaksi video K-Pop, pertama kali menonton film Marvel, hingga reaksi pertama kali mendengar musik dari musisi tertentu.
Video reaksi juga tidak melulu dari orang luar negeri. Kanal YouTube Gado yang dibuat Alex, seorang mahasiswi dari ibukota, juga meminta tanggapan teman-teman mereka dari negara asing tentang makanan hingga musik Indonesia. Intinya kembali pada kita, bangsa Indonesia, yang ingin tahu apakah makanan kita cocok untuk lidah orang luar. Atau apakah musik enak dari musisi lokal yang kita dengarkan juga enak di telinga mereka walaupun bahasanya berbeda.
Baca juga: Dear Om Deddy Corbuzier, Tolong Kuasai Diri Sendiri
Tak Salah Menonton Video Reaksi, Asal…
Tidak semua YouTubers yang di Korea Selatan juga kontennya reaksi melulu, seperti Amelicano atau Amelia Tantono yang kadang kontennya fokus pada vlog, video makan-makan, atau tentang dialek orang Korea. Ada juga Korea Roemit atau Jang Hansol, anak asli Korea rasa mas-mas Malang yang fokus tentang kejadian sosial di Korea Selatan dan juga video makan-makan.
Lagipula tidak bisa dimungkiri bahwa menonton video Sunny tentang reaksi teman selebritas Korea atau kawannya dari Korea Utara mencoba makanan Indonesia juga sempat memberikan sedikit hiburan.Tidak apa-apa menonton video reaksi secara umum, dan menjadi ‘norak’ karena overproud.
Namun, kita tidak bisa serta merta menelan konten secara bulat-bulat tanpa dicerna dulu. Ada kalanya kita balik bertanya pada diri sendiri, hanya karena YouTubers itu memiliki ‘akar’ Indonesia yang sama dengan kita, apakah mereka mengemban nilai atau pandangan yang positif tentang kita dan Indonesia? Selain itu, mengingat kita adalah ‘manusia’, tidak sekedar jumlah klik atau views video, tidak ada salahnya menjadi kritis dan skeptis sebelum menonton video tentang Indonesia.
Comments