Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan tahun 2018 juga menunjukkan kenaikan jumlah dan tipe kasus kekerasan terhadap perempuan tahun lalu. Selama tahun 2017 jumlah kasus kekerasan meningkat sebesar 25 persen mencapai 348.446 kasus. Sebanyak 96 persen dari kasus-kasus kekerasan yang didata bersumber darigugatan perceraian di Pengadilan Agama. Empat persen lainnya atau sebanyak 13.384 berasal dari kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke dan ditangani olehunit pengaduan Komnas Perempuan serta237 lembaga negara dan lembaga masyarakat lainnya.
Mariana Amiruddin, salah satu komisioner Komnas Perempuan, mengatakan bahwa peningkatan jumlah kasus ini bukan berarti jumlah kasus yang terjadi bertambah.
“Kami menyimpulkan bertambahnya jumlah kasus yang terjadi selama 2017 ini dikarenakan korban yang mulai berani untuk melaporkan kepada pihak-pihak penyedia layanan pengaduan,” ujar Mariana dalam konferensi pers pada 7 Maret. Ia juga menambahkan bahwa tingkat kepercayaan korban meningkat terhadap Unit Penanganan Perempuan dan Anak (UPPA) di kepolisian, yang khusus menangani kasus tindak kejahatan seksual.
Dalam hal kekerasan seksual yang dilakukan oleh pacar, sebanyak seperlima dari total kasus kekerasan seksual di ranah privat. Meskipun angka yang direkam dalam Catahu Komnas Perempuan ini hanya merefleksikan fenomena gunung es, fenomena tersebut memperlihatkan kasus kekerasan dalam pacaran mulai diakui sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, Mariana mengatakan.
“Yang menarik dari kekerasan dalam pacaran adalah kami mendapatkan laporannya dari lembaga pemerintahan kepolisian, rumah sakit dan pengadilan negeri, " ujar Mariana.
Dari sekitar 13 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan yang dikumpulkan oleh Komnas Perempuan dan lembaga-lembaga lain di luar Pengadilan Agama, 71 persen, atau 9.606 kasus, terjadi di dalam ranah privat. Kekerasan dalam ranah komunitas tertinggi kedua yaitu 3.528 kasus dan yang ketiga terjadi di ranah negara sebanyak 247 kasus.
Pada tahun 2017 ada beberapa tren kekerasan yang berkembang dan semakin banyak dilaporkan, diantaranya adalah kasus kekerasan berbasis siber dan kejahatan inses.
Laporan mengenai kekerasan terhadap perempuan berbasis siber hingga akhir tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya, sebanyak96 kasus. Hampir seperempat dari kekerasan siber yang paling banyak diterima oleh perempuan berbentuk rekrutmen online, dimana pelaku menggunakan teknologi untuk menarik calon korbannya ke dalam situasi kekerasan. Hampir sama jumlahnya dengan rekrutmen online adalah kasuscyber harrasment yaitu pengiriman teks mengancam, menakuti menyakiti, mengganggu si korban
Selain kejahatan berbasis siber, kejahatan inses juga mulai banyak dilaporkan. Sekitar 1.210 kasus yang dilaporkan kepada lembaga swadaya masyarakat, kepolisian bagian UPPA, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan Pengadilan Negeri. Dalam ranah privat terjadi peningkatan dalam kasus kekerasan terhadap anak perempuan, dari 1.799 kasus menjadi 2.227 kasus.
“Kekerasan terhadap perempuan semakin beragam tapi sistem pencegahan dan penanganannya masih lambat,” ujar Thaufik Zulbahary, salah satu komisioner Komnas Perempuan.
Ketua Komnas Perempuan AzrianaManalu mengatakan karena sistem pencegahan yang lambat sementara kasus terus berkembang, Komnas Perempuan terus mendorong proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual,
“Dalam RUU tersebut diusulkan beberapa bentuk kekerasan seksual yang ditemukan di Indonesia tapi belum dikenali oleh sistem hukum. Kami juga memasukkan faktor ketimpangan relasi kuasa antara korban dan pelaku menjadi salah satu faktor terjadinya pemaksaan,”Azriana menambahkan.
Tonton juga video Women’s March Jakarta 2018.
Comments