Hingga saat ini, korban kekerasan seksual masih kesulitan memperoleh keadilan. Sementara itu, proses pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual terancam gagal lagi karena pembahasan yang lambat. Fakta ini mencemaskan mengingat masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 akan segera berakhir, yang berarti jika sampai periode tersebut berakhir RUU belum disahkan, maka upaya pengajuan RUU tersebut harus dimulai dari awal.
Maka dari itu, organisasi, lembaga, dan komunitas pejuang hak-hak perempuan mengundang seluruh masyarakat, khususnya yang berada di sekitar wilayah Jakarta, untuk bergabung dalam pawai terbuka besok, 8 Desember, di titik berkumpul Lapangan Parkir Sarinah pada pukul 9 pagi menuju Taman Aspirasi, depan Istana Negara.
Di titik protes, akan ada penampilan seni komunitas pendukung korban, orasi dari para tokoh masyarakat sipil pembela korban, pembunyian peluit tanda bahaya, serta aksi 1000 payung simbol penyintas kekerasan seksual.
Pawai tersebut merupakan salah satu upaya menuntut DPR untuk mendengarkan suara para penyintas kekerasan seksual yang terdampak langsung oleh kondisi penegakan keadilan hukum yang lemah di Indonesia.
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam rilis yang dikeluarkan 6 Desember menyatakan bahwa tak ada lagi alasan untuk tidak mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2018 menemukan bahwa kasus-kasus kekerasan meningkat 25 persen dalam setahun, yakni dari 259.150 kasus pada 2016 menjadi 348.446 kasus pada 2017. Selain itu, Komnas Perempuan juga mencatat banyaknya pelaku yang masih orang terdekat korban, seperti pemerkosaan oleh anggota keluarga (inses) yang paling banyak dilaporkan hingga mencapai 1.210 kasus dengan pelaku seperti ayah kandung, kakek kandung, kakak kandung, dan paman korban.
Selain urgensi kasus kekerasan yang kian parah, Komnas Perempuan juga menjelaskan kekhawatiran perihal kriminalisasi terhadap korban yang membela diri, seperti pada kasus Baiq Nuril, seorang guru dari Nusa Tenggara Barat.

Bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi, silakan membawa bekal makanan dan minuman. Pawai memperbolehkan siapa saja yang peduli pada isu kekerasan seksual untuk datang, namun dilarang untuk membawa atau menggunakan atribut politik.
Baca bagaimana UU ITE mengkriminalisasi korban pelecehan seksual.
Comments