Kartini was the kind of heroine an Indonesian woman needed: a flawed, insecure heroine who despite everything, still dared to imagine a better future.
Lebih seabad kemudian, curahan hati Kartini seharusnya menjadi realita. Namun dengan RUU Ketahanan Keluarga, Kartini bisa geleng-geleng dan ngelus dada.
Jika dunia yang kita hadapi masih begini-begini saja, Kartini pun tak akan keberatan dibingkai sebagai sosok yang lebih manusiawi.
Kerentanan perempuan terhadap kekerasan, terutama KDRT, meningkat dalam masa pandemi COVID-19.
Dari isu poligami sampai toleransi, pola pikir Kartini jauh melampaui zamannya.
Cut Nyak Dien, Kartini, dan pahlawan perempuan lain terlempar dari masa lalu karena kemandekan di masa kini.
Aktivis dan filsuf Karlina Supelli membahas Kartini, perempuan hari ini, dan pentingnya berimajinasi tentang Indonesia.