Tanggal 25 November menandai dimulainya 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan. (HAKtP), sebuah kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang kekerasan terhadap perempuan. Hannah Al Rashid, aktris dan United Nations (UN) SDG Mover untuk Kesetaraan Gender di Indonesia, tahun ini menginisiasi kampanye sosial media untuk menyorot isu kekerasan terhadap perempuan.
“Tahun lalu, saya dengan teman saya Nadine Alexandra berinisiatif untuk bikin video dan saling cerita mengenai pengalaman kami tentang pelecehan dan kekerasan seksual, kemudian saya upload ke kanal YouTube saya,” kata Hannah dalam wawancara lewat video dengan Magdalene.
Hannah mengatakan, ia semakin terdorong untuk membuat serial video ini karena kritik dan respons dari laki-laki di video tersebut cukup mengejutkan.
“Ada banyak laki-laki yang komentar seperti ‘well, we never knew you felt that way’. Ada satu laki-laki yang komentar bagaimana pengalaman saya dan Nadine bisa membuat dia berpikir dan paham dengan apa yang kami rasakan,” ujarnya.
“Respons seperti itu juga membuat saya berpikir, kalau kita ajak orang bicara tentang hal ini, there’s a very big possibility that we can change people’s perspective,” tambah Hannah.
Dalam serial video yang bertajuk #16DaysofActivism ini, Hannah mengatakan kali ini ia ingin lebih meluaskan jangkauan dari video sebelumnya. Ia berhasil mengumpulkan 28 orang dari berbagai bidang mulai dari industri film, musik, media, dan lainnya, mulai dari aktor Dian Sastrowardoyo dan Joe Taslim, aktivis Kartika Jahja sampai editor-in-chief Magdalene Devi Asmarani. Berjumlah 16 video, setiap harinya satu video akan diunggah ke kanal YouTube Hannah sampai tanggal 10 Desember, yang bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia.
“Saya berusaha untuk pilih berbagai narasumber yang seluas mungkin, supaya audience nya juga semakin banyak. Dan memang sengaja memilih banyak teman public figure yang menurut saya outreach mereka jauh lebih besar. Jadi sangat mungkin orang yang follow mereka juga akan tertarik saat mereka bicara soal kekerasan terhadap perempuan,” ujar Hannah.
Masing-masing video berdurasi tujuh menit dan dikerjakan secara sukarela oleh beberapa mahasiswa SSR Jakarta – School of Creative Media and Arts. Setiap video menampilkan dua orang yang berdiskusi dan menceritakan pengalaman mereka seputar kekerasan pada perempuan.
“Contohnya pasangan kakak beradik Sigi Wimala dan Aghni Wimala: di video tersebut, kita bisa melihat bagaimana dukungan dari keluarga bisa begitu penting untuk mengatasi kekerasan. Kemudian dari kalangan milenial saya undang Sheryl Sheinafia dan Refal Hady. Mereka bicara tentang pelecehan atau kekerasan yang bisa terjadi melalui media sosial,” jelas Hannah.
“ Yang paling penting agar penonton mendengarkan opini orang lain dan mendapat perspektif baru tentang isu kekerasan ini, dan semoga itu akan membuat penonton berpikir dua kali,” kata Hannah.
Saksikan salah satu videonya berikut ini.
Baca tentang gerakan anti-panel laki di sini dan ikuti @bunnnicula di Twitter.
Comments