“This whole story is completely true, except… for all the parts that are totally made up.”
Ungkapan tanggung ini adalah pembuka Inventing Anna, serial adaptasi Netflix yang diangkat dari kisah nyata proses pengadilan penipu bernama Anna Delvey. Sekilas, tak ada yang aneh dengan ungkapan tersebut, kecuali fungsinya sebagai monolog yang dirancang membuat kita penasaran. Namun, betulkah begitu?
Jangan-jangan, yang dimaksud “totally made up” alias fiktif belaka, adalah keseluruhan series ini? Atau, proses penangkapan Anna Delvey di dunia nyata?
Buat kebanyakan orang yang tak mengenal Anna Delvey atau tak mengikuti kasusnya, monolog pembuka itu bisa jadi umpan jitu untuk melanjutkan nonton. Buat yang pernah mendengar dan mengikuti kisahnya, mungkin lain cerita.
Emily Palmer salah satunya. Ia satu di antara sejumlah jurnalis yang mengikuti proses pengadilan Anna sejak awal dan sempat menuliskan laporannya. Serial itu tentu memotret sebagian besar yang terjadi pada Anna Delvey alias Anna Sorokin di dunia nyata, tapi, “Turns out, the truth is sometimes better than fiction,” kata Palmer dalam esainya di The New York Times.
Berikut adalah fakta yang betulan ditangkap dalam serial Inventing Anna, dan beberapa bumbu fiktif yang ditabur di sana:
Baca juga: Turning Red, Ketika Narasi Perempuan Diproduksi Perempuan Sendiri
1. Identitas dan Aksen Anna
Salah satu fakta akurat yang ditangkap series ini, tentu saja, adalah identitas Anna sendiri. Anna Delvey adalah nama palsu yang diciptakan Anna Sorokin, imigran asal Rusia. Alasannya demi mengelabui kelompok jetset di New York, untuk bisa tinggal, makan, jalan-jalan, sampai menyewa jet pribadi tanpa harus membayarnya. Di pengadilan, Anna terbukti menipu hotel, butik, dan tempat penyewaan jet pribadi kurang lebih sampai US$200 ribu. Di saat bersamaan, ia juga mendatangi sosialita sekaligus pemodal bisnis di New York untuk jadi donor buat klub seni eksklusif yang digagasnya senilai US$25 juta. Semua dilakukan Anna sambil mempresentasikan dirinya sebagai anak orang ningrat dari Jerman, pewaris sekitar 60 juta Euro. Kenyataannya, Anna lahir dari kelas pekerja biasa, dan ia bahkan bukan orang Jerman.
Anna memulai modus operandi berpura-pura sebagai orang kaya sejak ia menyelesaikan magang di majalah fesyen di Prancis, lalu pindah ke New York. Tumbuh di Rusia, menyamar jadi orang Jerman, dan pernah bekerja di Prancis bikin aksen Anna terdengar aneh. “From everywhere and nowhere at once,” kata Palmer.
Sayangnya, meski terasa sangat berusaha, aksen Anna yang coba diimitasi Julia Garner, aktor yang memerankan Anna, belum jitu. “Saya pikir Anna Netflix terlalu sengau, kata-katanya terbata-bata, setiap suku kata dieksekusi terlalu hati-hati,” ungkap Palmer.
“Garner berhasil memberikan kesan aksen yang aneh, (tapi) suara Anna yang asli lebih lembut, pengucapannya lebih halus,” tambahnya.
Baca juga: Sembilan Nyawa Catwoman: dari Antihero sampai Partner Romantis Batman
2. Vivian dan Potret Jelek Jurnalisme
Salah satu hal fiktif yang ada di serial ini adalah karakter jurnalis Vivian Kent, yang jadi peran utama bersama Anna Sorokin. Ia diadaptasi dari sosok jurnalis betulan bernama Jessica Pressler, yang juga duduk di kursi produser serial ini. Inventing Anna sendiri terinspirasi dari laporan Pressler yang ditulis 2018 lalu untuk New York Magazine.
Sayangnya, “untuk sebuah tontonan yang punya reporter (betulan) di kursi produsernya, penulis naskah series ini tak terlalu menaruh perhatian pada apa sebetulnya (jurnalisme) atau setidaknya bagaimana peliputan yang etis,” kata Palmer.
Penggambaran karakter Vivian Kent yang ambisius dan ketakutan kariernya tamat setelah melahirkan adalah topik yang dikemas serius dalam series ini. Ia dibingkai positif dan dibuat masuk akal sedemikian rupa, agar penonton simpati dan mengerti mengapa Vivian Kent ngotot ingin menulis tentang Anna. Sialnya, subplot itu juga mempertontonkan dialog-dialog cringe yang membuat kita—penonton, terutama penonton yang paham jurnalisme—garuk-garuk kepala.
Di salah satu episode, Vivian punya adegan meyakinkan Anna untuk melanjutkan kasusnya di pengadilan dan menolak tawaran damai dari penuntut. Saran Vivian ini bertolak belakang dari saran penguasa hukum Anna sendiri. Di dunia nyata, setidaknya di dunia jurnalisme sendiri, yang dilakukan Vivian berpotensi jadi liputan bombastis. Ia melanggar kode etik, demi ingin menulis berita tentang Anna.
Jurnalis investigasi Esther Haynes juga menyoroti potret buruk jurnalisme dalam Inventing Anna. “Isn’t that bullshit?” kata Haynes, retorik, pada Tudum, Netflix.
Ia mempermasalahkan beberapa karakter pendukung yang disebut sebagai penghuni Scriberia di kantor Vivian. Para jurnalis tua itu dideskripsikan sebagai jurnalis buangan karena umur mereka yang sudah senior. Vivian sendiri menyebut mereka sebagai penerima Pulitzer.
“I mean, mereka semua cuma duduk saja, dan waktu dia (Vivian) datang, mereka semua menyuapinya informasi. Kalau mereka jurnalis betulan, mereka bakal mengerjakan laporan mereka sendiri. Kalau betul mereka dideskripsikan sebagai penerima Pulitzer, mereka tidak mungkin cuma duduk-duduk saja,” ungkap Haynes.
Palmer juga mengritisi adegan Vivian menyarankan Anna memakai pakaian putih di salah satu sidangnya, cuma untuk menebalkan citra “tidak bersalah” yang ingin mereka sebar pada pendukung Anna. Sebagai jurnalis yang sudah satu dekade terjebak di industri ini, Vivian Kent harus diakui memang sangat problematik karena melanggar banyak koridor sebagai reporter.
Baca juga: Obituari Hilam Hariwijaya: He is My Hero
3. Riwayat Problematik Jurnalis yang Menulis Laporan Asli Anna
Sebagai serial yang diadaptasi dari laporan jurnalistik, Inventing Anna punya potensi besar menarik perhatian. Kasus aslinya sudah ramai duluan dibincangkan. Mereka yang mengikuti Anna Delver di dunia nyata juga pasti penasaran, bagaimana bentuk akhir serial ini disajikan. Tak heran jika Netflix tak sungkan mengucurkan modal membuat serial ini.
Masalahnya, banyak sekali elemen utama dari cerita asli Anna Sorokin yang diobrak-abrik versi adaptasi Netflix. Selain karakter fiktif Vivian Kent, ada juga karakter Chase Sikorski—pacar Anna di dalam serialnya—yang konon diadaptasi dari karakter asli, tapi disamarkan. Poin-poin begini mungkin dilakukan Netflix untuk menghindari tuntutan hukum yang mungkin mereka terima jika menyadur realitas hidup Anna Sorokin.
Masalahnya, karakter-karakter fiktif ini bukan cuma mengaburkan cerita hidup Anna yang sebenarnya, tapi juga berpotensi hadir sebagai narasi talangan untuk memulihkan citra Anna Sorokin.
Hipotesa ini bisa jadi betul, jika menilik riwayat Jessica Pressler, jurnalis yang menulis kisah Anna lalu menjadi temannya, dan kini duduk di salah satu bangku produser serial ini. Pada 2014, Pressler pernah jadi sorotan setelah bikin klaim palsu tentang seorang anak SMA yang dilaporkannya punya duit 72 juta dolar AS di pasar saham. New York Magazine akhirnya minta maaf untuk artikel itu.
Anna Sorokin sendiri menegaskan kalau Pressler tidak membawakannya kolor supermahal saat masih di penjara. Anna juga mengonfirmasi bahwa keputusan untuk melanjutkan proses sidangnya datang dari diri sendiri, tanpa pengaruh atau nasihat orang lain. Termasuk keputusan memakai gaun putih dari jenama mewah yang kontroversi itu di sidangnya. Anna juga bikin banyak pernyataan yang, sebetulnya terdengar seperti pembersihan citra Pressler—yang juga sudah pernah menjual laporan jurnalistiknya yang lain pada rumah produksi global untuk dijadikan film, tayang 2019 lalu dengan judul Hustler dan bintang utama Jennifer Lopez.
Berdasarkan laporna Insider, Anna Soroking sendiri mendapat 320 ribu dolar dari Netflix setelah setuju ceritanya diangkat jadi serial. Tapi, uang itu habis untuk membayar semua utangnya, denda, dan ongkos pengacara. Sementara Pressler sendiri di instagram aktif membagikan printilan-printilan easter eggs dan teaser tentang Inventing Anna.
Jika keduanya memang merencanakan meraup pundi-pundi uang dari proses pengadilan Anna, jelas mereka berhasil. Tapi, apakah rencana itu betulan dibikin sejak Pressler rutin mendatangi Anna di penjara? Pertanyaan ini perlu investigasi mendalamnya sendiri.
Comments