“Ayo kita lawan kekerasan seksual! Aku, kamu, kalian! Mari kita suarakan!”
“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual!”
“Segera sahkan!”
Mutiara Ika dari organisasi Perempuan Mahardhika menyuarakan yel-yel tersebut dari atas mobil komando, diikuti oleh sekitar 2.000 orang dari berbagai lapisan masyarakat dalam pawai akbar di Jakarta Pusat, Sabtu (8/12). Sejak pukul 8 pagi, massa sudah berkumpul di lapangan parkir Sarinah, sebelum kemudian berjalan menuju Taman Aspirasi di depan Istana Negara.
Diinisiasi oleh sejumlah organisasi yang menamakan diri Gerakan Masyarakat untuk Pengesahan RUU PKS, pawai terbuka itu menuntut disahkannya Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), dan agar pemerintah mendengarkan suara-suara korban yang selama ini terabaikan dalam penyelesaian kasus-kasus kekerasan seksual.
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam rilis yang dikeluarkan 6 Desember menyatakan bahwa tak ada lagi alasan untuk tidak mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Komnas Perempuan sudah menyatakan bahwa Indonesia sudah memasuki status darurat kekerasan seksual sejak 2014, dengan angka kekerasan yang tidak pernah turun tiap tahunnya.
Selain itu, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mendefinisikan kekerasan seksual secara sempit, dan korban sering dikriminalisasi karena membela diri. Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu mengatakan, situasi ini membuat masyarakat tidak bisa berdiam diri lagi.
“RUU ini sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2017 lalu, namun hingga saat ini belum juga dibahas,” ujar Azriana, saat ditemui dalam pawai akbar tersebut.
Pawai ini merupakan salah satu rangkaian kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP) dan diikuti oleh lebih dari 100 organisasi lintas isu dan forum penyedia layanan yang mendukung aksi tersebut.
Berbagai poster aneka ukuran mewarnai pawai tersebut. Saat rombongan aksi pawai melewati Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), seluruh peserta mengembangkan 1.000 payung hitam sebagai simbol penyintas kekerasan seksual. Selain itu, para peserta juga membunyikan peluit juga kentungan sebagai tanda perlawanan dan tanda situasi darurat kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Di Taman Aspirasi, berbagai individu dan kelompok melakukan orasi dan juga penampilan seni.
Comments